Kamis, 21 April 2011

Neraca pembayaran dan tingkat ketergantungan pada modal asing

Neraca Pembayaran disebut juga sebagai balance of payment. Neraca Pembayaran Internasional adalah ringkasan pernyataan atau laporan yang pada intinya menyebutkan semua transaksi yang dilakukan oleh penduduk dari suatu negara dengan penduduk negara lain, dan kesemuanya dicatat dengan metode tertentu dalam kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun kalender. Balance of payment (BOP) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh aktivitas ekonomi yang meliputi perdagangan barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya satu tahun.

Tujuan penyusunan neraca pembayaran ini adalah untuk memberitahukan kepada pemerintah dan siapa saja yang membutuhkan atau berkepentingan mengenai posisi internasional dari negara yang bersangkutan secara keseluruhan. Data-data seperti ini sangat diperlukan bagi penyusunan kebijakan-kebijakan moneter, fiscal, dan perdagangan. Bagi kalangan swasta, data-data pada neraca pemabayaran itu juga penting untuk menyusun perencanaan dan strategi bisnis. Informasi yang terkandung dalam neraca pemabayaran dari suatu negara juga sangat dibutuhkan oleh kalangan perbankan, perusahaan-perusahaan multinasional, dan siapa saja yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan perdagangan dan keuangan internasional.

Menurut Nopirin, (1999) Neraca pembayaran suatu negara adalah catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk negara itu dengan pendududk negara lain dalam jangka waktu tertentu.

Catatan semacam ini sangat berguna untuk berbagai macam tujuan, namun tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi kepada penguasa pemerintah tentang posisi keuangan dalam hubungan ekonomi dengan negara lain serta membantu di dalam hubungan ekonomi dengan negara lain serta membantu di dalam pengambilan kebijaksanaan moneter, fiscal, perdagangan dan pembayaran internasional. Dari pengertian tersebut ada 2 hal yang perlu mendapatkan penjelasan, yaitu :

1. Pengertian penduduk di dalam suatu neraca pembayaran internasional meliputi:
* orang perorangan atau individu

Orang perorangan yang tidak mewakili pemerintah suatu negara (misalnya para touris) dianggap sebagai penduduk di aman mereka mempunyai tempat tinggal tetap atau tempat dimana mereka memperoleh “center of interest”. Dalam menentukan center of interest dapat dipakai sebagai ukuran adalah dimana mereka memperoleh penghasilan tetap atau dimana mereka bekerja.

*badan hukum

Suatu badan hukum, dianggap sebagai penduduk dari negara dimana badan hukum tersebut memperoleh status sebagai badan hukum. Cabang-cabangnya yang ada di luar negeri dianggap sebagai penduduk luar negeri.

* pemerintah

Badan-badan pemerintah adalah jelas sebagai penduduk dari negara yang diwakilinya. Jadi misalnya, para diplomat kedutaan besar dianggap sebagai penduduk dari negara yang mereka wakili. Transaksi yang mereka adakan di negara lain merupakan transaksi ekonomi internasional.

2. Yang termasuk ke dalam neraca pembayaran internasional hanyalah transaksi ekonomi internasional saja. Transaksi bantuan militer misalnya, tidak termasuk di dalamnya. Dalam transaksi ekonomi ini perlu dibedakan antara transaksi debit dan kredit. Pembedaan lain dari transaksi ekonomi adalah transaksi yang sedang berjalan (current account) dan transaski capital (capital account).

1 Perkiraan current account meliputi kegiatan perdangan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa termasuk cara pembayaran dan cara penerimaan untuk penggunaan factor produksi seperti capital (modal) dan teknologi terlepas dengan cara unrequited atau unilateral transfer (hibah)
2. Unrequited Transfer antara lain hadiah (gift), donations (bantu) dan aid baik dalam bentuk barang maupun uang tanpa kewajiban untuk membayar kembali.
3. Capital account terdiri dari transaksi suatu negara di bidang keuangan (monetary) bdan pemilikan (ownership) tetapi bukan tentang transaksi otoritas moneter.
4. Otoritas moneter dibadi dua menjadi perkiraan reserve (cadangan).
5. Pos terakhir adalah error and ommisions.

Transaksi yang sedang berjalan adalah transaksi yang meliputi barang-barang dan jasa, sedangkan transaksi capital adalah transaksi yang menyangkut investasi modal dan emas. Hadiah (gift), bantuan (aid) dan transaksi satu arah yang lain (unilateral transfer) dapat digolongkan ke dalam transaksi yang sedang berjalan atau sebagai transaki tersendiri, yakni transaksi satu arah.

Dari definisi di atas dapat dikemukakan bahwa BOP merupakan suatu catatan sistematis yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang dikenal sebagai “double- entry book keeping” sehingga setiap transaksi internasional yang terjadi akan tercatat dua kali, yaitu sebagai transaksi kredit dan sebagai transaksi debit.

Sebagai contoh, misalnya sebuah perusahaan Indonesia mengekspor barang dengan kredit tiga bulan senilai USD 1.000. Karena ekspor tersebut dilakukan dengan kredit tiga bulan, maka pembayaran yang belum diterima tersebut dianggap sebagai suatu arus modal keluar untuk jangka pendek atau a short-term capital outflow senilai USD 1.000. Dengan demikian, transaksi internasional di atas akan tercatat sebagai berikut.


Dengan sistem double-entry book keeping, maka BOP secara overall akan selalu dalam posisi balance, tetapi dapat memiliki cadangan devisa positif atau negative.

Berdasarkan konversi yang biasanya dilakukan dalam BOP terdiri atas hal-hal berikut.
1. Credit entries ( transaksi kredit )

Transaksi debit adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain. Diantaranya :

1. Export of goods and services ( ekspor barang dan jasa )
2. Income receivable ( penerimaan dari hasil investasi )
3. Offset to real of financial resources received ( transfers )
4. Increases in liabilities
5. Decreases in financial assets

1. Debit entries ( transaksi debit )

Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain.

1. Import of goods and services (impor barang dan jasa )
2. Income payable ( pembayaran atas hasil investasi )
3. Offset to real or financial resources provide (transfer )
4. Decreases in liabilities
5. Increases in financial assets

Selanjutnya transaksi debit dan kredit tersebut menurut sifatnya dapat dibagi atas beberapa hal berikut.

1. Transaksi otonom ( autonomous transaction ), yaitu transaksi yng timbul atas inisiatif pihak tertentu dan bukan sebagai reaksi atau akibat adanya transaksi lain yang tercatat pada current account dan long-term capital account, misalnya ekspor dan impor barang atau modal dalam jangka panjang untuk mencari keuntungan.

2. Transaksi kompensasi (induced/ compensatory transaction ), yaitu transaksi yang timbul sebagai akibat atau kompensasi dari adanya transaksi lain. Transaksi ini disebut juga sebagai transaksi pelengkap, misalnya pemasukan modal jangka pendek dan impor/ ekspor emas.

Dengan demikian, transaksi kredit dapat terdiri atas hal-hal berikut.

Transaksi kredit otonom ( credit autonomous transaction atau CAT )
1. Ekspor barang dan jasa
2. Impor modal jangka panjang untuk PMA/ direct investment

Transaksi debit otonom ( debit autonomous transaction atau DAT )
1. Impor barang dan jasa
2. Ekspor modal jangka panjang, misalnya direct investment di luar negeri

Neraca pembayaran juga merupakan sumber informasi tentang kegiatan eksternal dari suatu negara, apakah mata uang negara tersebut dalam keadaan kuat atau melemah. Perkiraan atau pos-pos neraca pembayaran juga mencakup keikutsertaan perusahaan internasional dalam upaya mengubah nilai tukar valuta asing. IMF mendefinisikan bahwa setiap bangsa secara berkala menerbitkan satu rangkaian data statistic yang menggambarkan intisari dari semua transaksi ekonomi dalam suatu periode antara penduduknya dengan dunia luar. Data statistik tersebut merupakan perkiraan neraca pembayaran. Pos-pos perkiran menunjukkan bagaimana suatu bangsa membiayai kegiatan internasional selama periode laporan.Dalam neraca pembayaran terdapat pos-pos obligasi keuangan dan liquiditas eksternal dari suatu bangsa.


2.2. Jenis-jenis Neraca Pembayaran Internasional

Pengelompokan transaksi internasional dapat dikategorikan menjadi neraca transaksi berjalan (current account), neraca modal (capital account), neraca perdagangan, neraca jasa, neraca transaksi sepihak, unrequited transafer dan cadangan devisa (reserve).

1. Current account (neraca transaksi berjalan)

Neraca Transaksi berjalan (the current account) terlihat seperti revenue dan expenditure di bidang bisnis. Pada waktu dikombinasikan neraca pembayaran menjadi menyajikan informasi penting tentang kemampuan ekonomi internasional dari suatu negara, tampaknya seperti laporan laba rugi dari suatu perusahaan yang berisi informasi penting tentang kemampuan bisnisnya.

a. Current account terdiri atas balance of trade (BOP), service account, dan unilateral account.

b. Transaksi ekspor pada current account dicatat sebagai transaksi kredit atau positif karena menghasilkan devisa.

c. Transaksi impor pada current account dicatat sebagai transaksi debit atau negatif karena mengeluarkan devisa.


2. Balance of trade (neraca perdagangan)

Bagi kebanyakan negara, ekspor dan impor barang dagangan merupakan komponen terbesar dari seluruh transaksi internasional. Penjualan barang kepada orang asing (ekspor) merupakan sumber dana dan tercatat pada pos kredit. Sebagai pembayaran untuk ekspor, negara eksportir menuntut kewajiban terhadap orang asing yang tercatat pada pos debit. Sebaliknya, pembelian barang dari orang asing (impor) merupakan penggunaan dana dan terdapat pada pos debit untuk membayar impor, negara importer dapat mengurangi tuntutnnya kepada orag asing atau menaikkan liabilities asingnya dan tercatat pada pos kredit.

Dalam neraca ini dicatat seluruh transaksi ekspor dan impor barang atau visible dan tangible goods dengan ketentuan berikut :

a. Ekspor barang dicatat sebagai transaksi kredit atau positif.

b. Impor barang dicatat sebagai transaksi derbit atau negative.


3. Service account (neraca jasa)

Istilah lain dari jasa (services) disebut juga invisibles termasuk pengangkutan (freight) dan insurance (asuransi) atau pendapatan internasional. Pariwisata dan pengeluaran turis, pengeluaran belanja pegawai pemerintah, warganegara, personel militer di luar negeri, dan pembayaran management feees, royalty, sewa film dan jasa konstruksi. Pembelian jasa dari pihak asing diperlakukan sebagai impor dan direkam pada pos debit. Sebaliknya, penjualan jasa kepada pihak asing diperlakukan sebagai ekspor dan dicatat sebagai kredit.

Invesment Income meliputi semua pembayaran bunga, deviden dan laba dari hasil investasi di perusahaan asing yang berada di bawah pengawasan penduduk (direct investment). Pertukaran keuangan (finance transfer) dimasukkan ke dalam current account karena sebagai factor penerimaan yaitu pembayaran atas penggunaan modal. Sebaliknya, arus capital masuk ke capital account.

Dalam kenyataannya, semua penerimaan orang asing dari direct investment berada di neraca pembayaran walaupun tidak semua ditransfer sebagai penerimaan deviden.Dasar rasional untuk memasukkan penerimaan yang ditanam kembali (undistributed income) sebagai arus financial adalah bahwa setiap penerimaan menjadi property dari induk perusahaan asing yang dibayar kembali (remitted). Untuk mengikuti double entry, laba yang ditahan tetapi tidak ditransfer menjadi investment income (dikredit) harus melewati masukan dari luar yaitu melalui reinvested earning pada neraca modal (sisi debit).

Transaksi yang dimaksudkan ke service account adalah seluruh transaksi ekspor dan impor jasa atau invisible atau tangible goods yang meliputi hal-hal berikut.

(1) Pembayaran bunga

(2) Biaya transportasi

(3) Biaya asuransi

(4) Remittance (Jasa TKI/ TKW/ TKA, feelroyalty teknologi dan konsultasi, dan lain-lain).

(5) Tourism

Service account atau neraca jasa Indonesia hingga saat ini selalu tercatat dalam posisi negative atau debit karena transaksi impor lebih besar daripada transaksi ekspor, khususnya untuk pembayaran bunga, biaya transportasi, biaya asuransi, dan remittance. Satu-satu transaksi jasa yang positif adalah jasa dari tourisme karena lebih banyakturis asing yang dating ke Indonesia yang ke luar negeri. Posisi negatif atau defisit dari service account ini juga mencerminkan masih relatif rendahnya kualitas SDM Indonesia sebagai penghasil jasa, walaupun secara kuantitatif lebih banyak TKI/ TKW Indonesia yang bekerja di luar negeri (tetapi dengan penghasilan yang rendah dibandingkan dengan TKA (tenaga kerja asing) yang bekerja di Indonesia dengan bayaran yang lebih tinggi.Dengan demikian, salah satu usaha untuk memperbaiki posisi service account dan BOP Indonesia adalah dengan jalan meningkatkan kualitas SDM-nya.


4. Unrequited transfer

Unrequited transfer merupakan transaksi internasional yang bukan komersial yaitu tanpa kewajiban (quid pro quo) baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun pihak pemerintah. Bentuk pertukaran penting di sector swasta di beberapa negara adalah pengiriman uang untuk keluarga dari pekerja di luar negeri.transfer dari pihak swasta lainnya antara lain kegiatan organisasi sosial dan bantuan (relief). Transfer dari pemerintah terdiri dari uang, barang dan jasa yang diberikan sebagai bantuan bagi negara lain atau penduduk asing.

Apabila transfer dalam bentuk barang, nilai dari barang dicatat sebagai ekspor pada sisi kredit dan berhubungan dengan pos debit yang dicatat dengan jumlah nilai yang sama. Bila transfer dalam bentuk uang, negara tujuan akan menunjukkan pos kredit pada short-term capital account dan masukan debit pada pos unrequirted transfer.


5. Unilateral account (neraca transaksi sepihak)

Neraca ini merupakan transaksi sepihak yang umumnya terdiri atas bantuan sosial atau grant yang diterima atau diberikan dari/ ke luar negeri, tanpa kewajiban untuk membayar kembali.


6. Capital account (neraca modal)

Neraca modal (capital account) merupakan transaksi dalam hal pemilikan. Financial asssets dan liabilities yang kurang dari 1 tahun termasuk short term (jangka pendek). Bila lebih dari 1 tahun (equity capital) dinggap sebagai long term (jangka panjang).

Direct Invesment melibatkan partisipasi dari perusahaan asing dan berada di bawah pengawasan yang efektif. Secara statistik, belum dapat mendefinisikan atau apa pengertian direct investment. Amerika mengelompokkan pemilikan sebanyak 10% dari penanaman modal dianggap sebagai direct investment. IMF mendefinisikan portofolio investment sebagai “usaha untuk mendapatkan investment income atau capital again” sama seperti penerimaan perusahaan.

Pos “other long-term” pada capital account membedakan transaksi pemerintah dengan transaksi swasta di negara pelapor. Transaksi dapat berupa loans (pinjaman ) atau surat berharga (securities) dengan jangka waktu lebih dari 1 tahun. Ada kemungkinan melibatkan pihak swasta asing atau pemerintah asing lainnya, kecuali transaksi yang dilakukan atara otoritas moneter. Pinjaman pemerintah kepada swasta dapat berupa pinjaman dari bank Eksport-Import kepada perusahaan penerbangan asing untuk membiayai penjualan kapal Amerika. Pinjaman swasta kepada pemerintah asing dapat dilakukan oleh Chase Manhattan Bank kepada pemerintah Brazilia.

Pada pos “other short-term” di neraca modal juga memisahkan transaksi pemerintah dan transaksi swasta. Pemerintah pemilik surat berharga berada di short term loans dan transaksi untuk pemerintah pelapor berad di “short- term security”

Pos “private short-term” meliputi obligasi komersial dan deposito atau utang di bank jangka pendek. Obligasi komersil termasuk wesel dan bentuk pembayaran lainnya muncul dari kegiatan keuangan perdagangan, termasuk juga pembukaan rekening kredit, kecuali untuk keperluan interen perusahaan. Rekening intern perusahaan dianggap sebagai direct investment walau hanya jangka pendek.

a. Capital account ini terdiri atas ekspor dan impor modal, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.

b. Penjumlahan saldo current account + saldo transaksi impor/ ekspor modal jangka panjang (direct investment and long-term capital lainnya) disebut sebagai basic balance (D. Salvatore, 1993 : 449)

c. Berlawanan dengan pencatatan pada current account, maka dalam capital account berlaku ketentuan sebagai berikut.

* Transaksi impor modal dicatat sebagai transaksi kredit atau positif.

* Transaksi ekspor modal dicatat sebagai transaksi debit atau negatif


7. Cadangan (reserve)

Reserve Assets dalam bentuk pemilikan SDR, emas dan valuta asing yang convertible dari IMF. Kekayaan ini disediakan untuk otoritas moneter untuk menghadapi defisit neraca pembayaran. Reserve nampaknya seperti uang kas dari suatu perusahaan. Tetapi hanya dibelanjakan oleh otoritas moneter seperti Federal Reserve System (Bank Sentral) di Amerika, Bank of England, dan Bank of France. Suatu negara yang memiliki mata uang bukan dalam bentuk valuta asing tidak termasuk dalam cadangan (Reverse assets).


2.3. Transaksi Ekonomi dalam Neraca Pembayaran Internasional

Selain berbagai transaksi yang terdapat di neraca pembayaran internasional, ada beberapa transaksi lainnya yang juga mempengaruhi kondisi neraca pembayaran internasional. Transaksi itu adalah :

1. Transaksi Barang dan Jasa

Transaksi ini meliputi ekspor maupun impor barang-barang dan jasa, disebut pula transaksi yang sedang berjalan. Ekspor barang meliputi barang-barang yang bisa dilihat secara fisik, seperti misalnya minyak, kayu, tembakau, timah, dan sebagainya. Ekspor jasa seperti misalnya penjualan jasa-jasa angkutan, tourisme, dan asuransi. Dalam transaksi jasa ini termawuk juga pendapatan dan investasi capital di luar negeri. Ekspor barang-barang dan jasa merupakan trnsaksi kredit sebab transaksi ini menimbulkan hak untuk menerima pembayaran (menyebabkan terjadinya aliran dana masuk). Impor barang meliputi barang-barang konsumsi, bahan mentah untuk industri dan capital, sedang barang impor jasa meliputi pembelian jasa-jasa dari penduduk negar lain. Termasuk dalam impor jasa adalah pembayaran pendapatan (bunga, dividen atau keuntungan) untuk modal yang ditanam di dalam negeri oleh penduduk Negara lain. Impor barang dan jasa merupakan transaksi debit sebab trasaksi ini menimbulkan kewajiban untu melakukan pembayran kepada penduduk Negara lain (menyebabkan aliran dana ke luar negeri).

Transaksi yang sedang berjalan mempunyai arti khusus. Surplus trnasaksi yang sedang berjalan menunjukkan bahwa ekspor labih besar dari impor. Ini berarti bahwa suatu Negara mengalami akumulasi kekayaan valuta asing, sehingga mempunyai saldo positif dalam investasi luar negeri. SEbaliknya deficit dalam transaksi yang sedang berjalan berarti impor lebih besar dari ekspor, sehingga terjadi pengurangn investasi di luar negeri. Dengan demikian transaksi yang sedang berjalan sangat erat hubungannya dengan penghasilan nasional, sebab ekspor dan impor merupakan komponen penghasilan nasional, Hal ini dapat dilihat dari persamaan pendapatan nasional di bawah ini :


Y = C + I + G + (X – M)


Keterangan :

Y = pendapatan nasional

C = pengeluaran konsumsi

I = pengeluaran investai (swasta)

G = pengeluaran pemerintah

(X – M) = neraca perdagangan (neto).


Apabila (X – M) positif berarti (C + I + G) <>

2. Transaksi Modal

Yang termasuk transaksi modal adalah :

1. Transaksi modal jangka pendek, meliputi :

* Kredit untuk perdagangan dari negar alain (transaksi kredit) atau kredit perdagangan yang diberikan kepada penduduk Negara lain (transaksi debit).
* Deposito bank di luar negeri (transaksi debit) atau deposito bank di dalam negeri milik penduduk Negara lain (transaksi kredit).
*Pembelian surat berharga luar negeri jangka pendek (transakasi debit) atau penjualan surat berharga dalam negeri jangka pendek kepad apenduduk Negara lain (transaksi kredit).

2. Transaksi modal jangka panjang, meliputi :
* Investasi langsung di luar negeri (transaksi debit) atau investasi asing di dalam negeri (transaksi kredit).
* Pembelian surat-surat berharga jangka panjang milik penduduk Negara lain (transaksi debit), atau pembelian surat-surat berharga jangka panjang dalam negeri oleh penduduk asing (transaksi kredit).
* Pinjaman jangka panjang yang diberikan kepada penduduk Negara lain (transaksi debit) atau pinjaman jangka panjang yang diterima dari penduduk Negara lain (transaksi kredit).

Setiap transaksi modal yang menyebabkan kenaikan (penurunan) kekayaan suatu negara di luar negeri merupakan aliran modal keluar (masuk) atau merupakan transaksi debit (kredit). Demikian juga setiap transaksi modal yang menyebabkan kenaikan (penurunan) kekyaan asing di dalam negeri merupakan aliran modal masuk (keluar) atau merupakan transaksi debit (kredit).


3. Transaksi satu arah

Transaksi satu arah adalah transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran, misalnya hadiah (gifts) dan bantuan (aid). Apabila suatu negara memberi hadiah atau bantuan kepada negara lain, maka ini merupakan transaksi debit. Sebaliknya, apabila suatu negara menerima bantuan atau hadiah dari negara lain merupakan transaksi kredit.


4. Selisih perhitungan (errors and omissions)

Rekening ini merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak persis sama dengan nilai transaksi-transaksi debit. Dengan adanya rekening selisih perhitungan ini maka jumlah total nilai sebelah kredit dan debit dari suatu neraca pembayaran internasional akan selalu sama (balance).

Menurut teori, neraca pembayaran harus seimbang karena semua pos debit mempunyai pos lawan kreditnya (vice versa). Dalam praktek, ternyata tidak pernah balance. Penyebab utama adalah sumber masukan yang tidak lengkap dan tidak akurat. Juga sumber yang berbeda tidak konsisten dalam menetpkan arus transaksi kredit atau debit. Net error dan omission merupakan balancing untuk mengkonpensasikan dari setiap catatan kredit yang melebihi debit dan sebaliknya.


E. Lalu Lintas Moneter

Transaksi ini sering disebut “accommodating” sebab merupakan transksi yang timbul sebagai akibat dari adanay transaksi lain. Transaksi lain ini sering disebut dengan “autonomous” sebab transaksi ini timbul dengan sendirinya, tanpa dipengaruhi transaksi lain. Termasuk dalam transaksi autonomous adalah transaksi-transaksi yang sedang berjalan, transaksi capital, serta transaksi satu arah.

Perbedaan antara transaksi autonomous kredit dengan debit diseimbangkan dengan transaksi lalu lintas monoter. Transaksi ini timbul dikaibatkan oleh ketidakseimbangan antara transaksi aotunomous debit dan kredit. Yang termasuk ke dalam transaksi lalu lintas monoter adalah mutasi dalam hubungan dengan IMF, pasiva luar negeri serta aktiva luar negeri.

Defisit atau surplus neraca pembayaran dapat diketahui dari transaksi aotunomous tersebut. Defisit apabila transaksi autonomous debit lebih besar daripada transaksi autonomous kredit. Sebaliknya surplus, apabila transksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit.


2.4. Defisit dan Surplus Neraca Pembayaran

Dapat dikatakan “saldo” neraca pembayaran selalu sama dengan nol. Hal ini semata-mata adalah konsekuensi dari cara membukukan transaksi luar negeri itu sendiri : apa yang mengalir masuk (uang dan barang) diimbangi dengan apa yang mengalir keluar (uang dan barang). Dari segi akuntansi memang bisa dikatakan bahwa nearaca pembayaran, suatu negara selalu seimbang. Tetapi pos “saldo” itu sendiri tidak mempunyai arti penting bagi analisa ekonomi karena tidak bisa menunjukkan status keuangan internasional suatu negara.

Ambilah contoh mengenai negara A dan B, dimana negara A memiliki kelebihan impor yang dibayar dengan penurunan stok nasional. Meskipun saldo akhir neraca pembayarannya adalah nol, sebenarnya negara A telah mengalami defisit dalam transaksi ekonominya dengan luar negeri. Kekurangan dari apa yang diterima dari luar negeri disbanding dengan apa yang harus dibayar ke luar negeri ditutup dengan mengirimkan sebagian dari stok nasionalnya. Sebaliknya bagi negara B, apa yang diterima dari ekspornya melebihi apa yang harus dibayar bagi kebutuhan impornya. Kelebihan ekspornya diterima dalam bentuk bertambahnya stok nasionalnya. Negara B sebenarnya mengalami surplus neraca pembayaran.

Dalam cotoh yang lain, kelebihan impor negara A dibiayai dengan pinjaman dari negara B. Dengan kata lain, kelebihan impor tersebut dibiayai dengan “pengeksporan surat utang” negara A ke negara B. Apakah dalam hal ini Negara A juga mengalami deficit neraca pembayaran? Jawaban bagi pertanyaan ini bisa ya dan bisa tidak. Mengapa? Sebab ada beberapa kemungkinan di sini :

(a) Apabila pinjaman yang diterima negara A (sebesar 10 unit bahan makanan) tersebut memang diperolah dalam rangka pembiayaan kelebihan impor tersebut, maka keadaanya tidak banyak berbeda dengan contoh pengurangan stok nasional diatas. Perbedaannya hanyalah bahwa pembayarannya ditunda. Dalam hal ini diakatakn bahwa negara A mengalami deficit.

(b) Apabila dari 10 unit pinjaman tersebut misalnya 6 unit memang akan dipinjamkan kepada negara A dalam tahun itu tanpa dikaitkan dengan apakah negara A mengalami kelebihan impor atau tidak. Maka kita katakana bahwa negara A mengalami deficit neraca pembayaran sebesar 4 unit (10 unit minus 6 unit). Pinjaman sebesar 4 unit inilah yang diberikan karena negara A mengalami kelebihan impor pada tahun itu.

(c) Apabila seluruh dari 10 unit pinjaman tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan apakah negara A mengalami kelebihan impor atau tidak, maka kita katakan bahwa Negara A tidak megnalami deficit atau surplus. Dalam contoh ini, tanpa tindakan khusus apapun dari Negara A (yaitu mencari pinjaman untuk menutup kelabihan impornya), neraca pembayarannya sudah otomatis seimbang, sebab kelebihan impornya kebetulan persis seimbang oleh dana yang mengalir masuk atas kemauannya sendiri. Jadi dalam kasus ini tidak ada deficit maupun surplus neraca pembayarannya, dan neraca pembayaran “seimbang”.

Jadi kesimpulan dari uraian diatas adalah :

1. Penurunan stok nasional selalu berarti deficit, sedangkan kenaikan stok nasional selalu menunjukkan adanya surplus.
2. Tetapi turun-naiknya stok nasional bukan atau belum mencerminkan seluruh deficit atau surplus neraca pembayaran. Kita harusmelihat apa yang terjadi dengan pos “Pinjaman”.
3. Harus dibedakan anatara “pinjaman” yang masuk atas kemauannya sendiri (masuk secara otomatis atau autonomous inflow) dan “pinjaman” yang masuk karena berkaitan dengan adanya kelabihan impor (yang bersifat akomodatif atau accommodating inflow). “pinjaman” otonom tidak merupakan deficit, sedangkan “pinjaman” akomodatif merupakan bagian dari deficit.
4. Defisit atau surplus total adalah besar kenaikan atau penurunan stok nasional plus “pinjaman” akomodatif.


2.5. Mekanisme Neraca Pembayaran

Ada tiga mekanisme atau proses penting yang menyangkut neraca pembayaran. Ketiga proses penyesuaian ini sama – sama pentingnya dalam praktek, sehingga tidak ada yang bisa diabaikan kalau kita ingin menjawab pertanyaan pokok diatas dengan baik. Dalam kenyataan kita selalu menjumpai bahwa ketiganya saling kait – mengait dan saling bekerja – berdampingan satu sama lain, ketiga mekanisme ini adalah:

(a) Penyesuaian lewat perubahan harga – harga atau “mekanisme harga” (akibat dari proses ini disebut “price effects”

(b) Penyesuaian lewat perubahan pendapatan nasional atau ”mekanisme pendapatan” (akibat dari proses ini disebut ”income effects”

(c) Penyesuaian lewat perubahan stok uang atau “mekanisme moneter” (akibat dari proses ini disebut “real balance effects”


A. Mekanisme Harga

Mekanisme Hume adalah mekanisme penyesuaian neraca pembayaran lewat perubahan harga – harga mekanisme harga ini bekerja secara penuh (dalam arti bisa membawa kembali neraca pembayaran ke posisi kesimbangan kembali) dalam system standar emas penuh. Kita sebutkan bahwa pada hakikatnya, mekanisme Hume masih bekerja dalam sistem – sistem moneter lain, hanya saja tidak secara penuh. Dalam sistem – sistem lain tidak bisa diharapkan bahwa mekanisme harga (Hume) saja bisa membawa neraca pembayaran kearah posisi keseimbangannya kembali. Proses penyesuaian kembali ke arah keseimbangan neraca pembayaran bersifat otomatis. Proses in berlaku bagi ketimpangan yang berupa defisit maupun surplus proses penyesuaian otomatis dalam neraca pembayaran (dalam system standar emas penuh) disebut mekanisme Hume sering pula disebut species flow mechanism karena dimulai dengan adanya aliran (flow) emas (species) dari suatu negara ke negara lain.


B. Mekanisme Pendapatan

Mekanisme penyesuaian melalui pendapatan nasional, atau singkatnya “mekanisme pendapatan”, menunjukkan adanya saluran lain bagi proses penyesuaian neraca pembayaran. Mekanisme ini didasarkan atas teori ekonomi makro dari Keynes, khususnya dilandaskan atas proses pelipat (multiplier) dalam teori tersebut. Proses penyeimbangan dapat pula berjalan melalui perubahan pendapatan dan pengeluaran (proses multiplier). Proses ini dapat dijelaskan dengan menggunakan model Keynes untuk ekonomi terbuka.


C. Mekanisme Moneter

Mekanisme Hume sebenarnya bukanlah murni mekanisme harga. Sebelum harga naik atau turun, terjadilah penyebabnya, yaitu aliran uang masuk atau keluar negeri. Apabila terjadi surplus maka uang yang mengalir masuk ke dalam negeri, sehingga stok uang didalam negeri bertambah. Apabila terjadi defisit maka uang akan mengalir keluar negeri, sehingga stok uang dalam negeri menurun. Perubahan stok uang ini selanjutnya mengakibatkan perubahan tingkat harga. Namun sebenarnya naik dan turunnya stok uang tidak langsung mempengaruhi tingkat harga, tetapi (sebelum itu) mempengaruhi pengeluaran agregat negara itu. Baru kemudian kenaikkan atau penurunan pengeluaran agregat akan mempengaruhi tingkat harga, setelah pengeluaran ini bertemu dengan penawaran (agregat) di pasar barang. Mekanisme moneter juga erat kaitannya dengan mekanisme pendapatan sebab kita tahu dari teori makro bahwa tingkat pengeluaran agregat akhirnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan agregat. Meskipun mekanisme moneter berjalinan erat dengan kedua mekanisme lain, namun secara konsepsional harus dibedakan baik dari mekanisme harga maupun mekanisme pendapatan.

2.6. Pengertian “Balance” dalam Neraca Pembayaran

Berdasarkan deficit dan surplus neraca pemabayaran, dikatakan bahwa saldo neraca pembayaran selalu sama dengan nol. Sama dengan nol disini dapat diartikan terjadi keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dengan kata lain “balance”. Konsep “balance” dalam nareca pembayaran mempunyai arti yang berbeda-beda. Pada dasarnya ada empat pengertian balance, yaitu :

* Basic Balance

Basic balance terdiri dari balance dalam transaksi yang sedang berjalan ditambah transaksi modal jangka panjang. Basic balance akan berubah-ubah apabila terjadi perubhan yang prisipiil dalam perekonomian, seperti perubahan harga, kurs valuta asing, dan pertumbuhan ekonomi. Perubahan dalam basic balance akan tercermin dalam perubahan aliran modal jangka pendek dan selisih yang diperhitungkan (errors and Omissions). Dengan demikian basic balance memberikan informasi tentang akibat perubahan perekonomian terhadap neraca pembayaran, yakni akibatnya terhadap aliran modal jangka pendek.

* Balance transaksi “autonomous”

Balance ini terdiri dari basic balance ditambah dengan aliran modal jangka pendek. Defisit atau surplus suatu neraca pembayaran dilihat dari balance transaksi autonomous yang kemudian tercermin dalam transaksi accommodating (yakni aliran modal pemerintah jangka pendek).

* Liquidity balance

Konsep ini dikembangkan di Amerika Serikat untuk mengukur posisi neraca pembayarannya. Perbedaannya dengan balance transaksi aotunomous adalah didalam perlakuan terhadap pemilikan kekayaan (assets) jangka pendek. Kekayaan asing (misalnya surat-surat berharga jangka pendek atau deposito) yang dimilki oleh penduduk Amerika di[erhitungkan sebagai factor yang mempengaruhi ketidaksimbangan neraca pembayaran.

* Balance transaksi pemerintah jangka pendek

Konsep balance inipun diperkembangkan di Amerika Serikat. Menurut konsep ini, neraca pembayaran terdiri dari penjumlahan basic balance, selisih yang diperhitungakan dan rekening modal jangka pendek (sesudah dikurangi dengan modal amerika jangka pendek yang dimiliki oleh lembaga-lembaga moneter Negara lain). Ketidaksimbangan yang timbul dalam neraca pembayran diseimbangkan dengan cadangan modal pemerintah serta model pemerintah jangka pendek yang dimiliki oleh lembaga-lembaga monoter asing.


Beberapa Konsep Balance untuk

Analisa Neraca Pembayaran Internasional
1. Basic Balance

1. Balance dalam transaksi yang sednag berjalan (current account).
2. Balance dalam rekening modal jangka panjang.
3. Basic Balance yang diimbangi dengan :
4. Balance dalam rekening modal jangka pendek.
5. Transaksi reserves pemerintah.
6. Selisih perhitungan.

2. Balance Transaksi Autonomous

1. Basic Balance .
2. Balance dalam trasnski modal jangka pendek.
3. Balance transaksi auotonomous, yang diimbangi dengan :
4. Transaksi reserves pemerintah.
5. Selisih perhitungan.

3. Liquidity Balance
1. Basic Balances
2. Modal jangka pendek yang dimiliki oleh penduduk sendiri.
3. Selisih perhitungan.
4. Liquidity balance, yang diimbangi dengan :
5. Transaksi reserves pemerintah.
6. Modal jangka pendek yang dimiliki oleh penduduk asing.


3. Balance Transaksi Pemerintah Jangka Pendek
1. Basic Balance
2. Balance dalam rekening modal jangka pendek.
3. Modal jangka pendek yang dimiliki oleh badan-badan moneter asing.
4. Selisih perhitungan.
5. Balance transaksi pemerintah jangka pendek, yang diimbangi dengan :
6. Transaksi reserves pemerintah.
7. Modal jangka pendek yang dimiliki oleh badan-badan monoter asing.

MODAL ASING

Adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

1. Manfaat bagi negara pemberi dan penerima
Seperti halnya perdagangan internasioonal, mobilisasi K antar negara mempunyai manfaat bagi pengekspor maupun pengimpor K tersebut.
Manfaat yang dimaksud diatas dapat di jelaskan secara teoritis sebagai berikut, ada dua negara yakni mempunyai modal yang sangat berrlimpah (Negara A) dan negara miskin (Negara B) . ada dua buah kurva dengan tingkat pengembaliannya yang bberbeda atau tingkat keuntungan atas 1 dolar tambahan dinegara A dan B. Kurva tersebut berlereng menurun yang mencerminkan efisiensi marginal I. Apabila tidak ada arus K antarnegara, keuntungan di A dan Bmasing-mamsing adalah sebesar rA dan rB. Dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa terdapat keuntungan global dalam keuntungan I sampai pada akhirnya realokasi dana I tersebut menyamakan keuntungan di kedua negara.

2. Pembiayaan defisit tabungan-investasi (S-I Gap)
Bagi negara kita, K asing sangat diperlukan bukan hanya untuk membiayai defisit TB (M) atau menutupi kekurangan CD, tetapi untuk membiayai I di dalam negeri (pembentukan modal bruto domestik). Defisit TB paling tidak harus dikompensasikan dalam jumlah yang sama oleh surplus CA agar CD tidak berkurang. Berarti semakin besar defisit TB, semakin besar arus K masuk yang diperlukan untuk menjaga agar CD tidak berkurang. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah mengapa indonesia selama ini tergantung pada K asing untuk membiayai I di dalam negeri? Dan jawabannya adalah karena dana yang bersumb dari S lebih kecil daripada kebutuhan dana untuk I (S-I Gap)

3. Perkembangan arus modal masuk
Data yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga dunia seperti ban dunia, UNIDO dan UNCTAD menunjukan perkembangan arus I internasional dari DCs ke LDCs sangat pesat terutama sejak akhir tahun 1980-an. Perkembangan ini ditandai dengan peningkatan partisipasi dari investor dan lembabga keuangan dari DDCs dipasar uang/K di lDCs.
Berdasarkan data IMF, dari tahun 1994 hingga krisis ekonomi tahun 1998 arus K swasta neto (K masuk dikurangi K keluar) total meningkat dari sekitar 160,5 ke 122 miliar dollar AS. Seebagian besar dari arus K swasta tersebut masuk ke lDCs, namunjumlahnya mengalami penurunan dari 136,6 miliar dolar AS tahun 1994 menjadi 99,5 miiliar dolar AS tahun 1998. penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan IP neto yang cukup besar selama periode tersebut dari 85,0 ke 19,4 miliar dolar AS.
Ukuran komposisi, dan distribusi dari K eksternal yang mengalir ke lDCs semuanya menglami pergeseran-pergesran yang fundamental dalam tiga dekade belakangan ini, secara absolut arus K masuk resmi terus mengalami peningkatan sekama 1970aan hingga 1990aan. Namun secara relatif laju pertumbuhan arus K masuk yang berasal dari sektor swasta, terutama dalam bantuk kredit dari bank-bank di negara industri maju (OECD) lebih pesat. Perbedaan dalam laju pertumbuhan tetrsebut dapat dilihat dari lebih tingginya rasio dari K asing swasta dibandingkan K asing pemerintah terhadap PDB atau PNB. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain, arus K asing neto (swasta dan pemerintah) ke indonesia paling besar, tetapi sejak 1998 yaang keluar lebih besar daripada masuk.
Berbeda dengn negara seperti cina, korea selatansebagaian besar arus K asing yang masuk ke indonesia adalah K resmi walaupun porsinya bervariasi antar tahun. Tentu saja ahal ini menunjukan peran K asing resmi lebih dominan dibandingkan K swasta sebagai sumber eksternla bagi pembiayaan S-I gap indonesia.

4. Arus Modal Resmi
Arus K resmi baik dalam bentuk pinjamana maupun bantuan pembengunan (ODA) dari negara-negara donor secara individu atau lewat konsorsium sperti IGGI/CGI atau dari lembaga keuangan dunia seperti IMF dan bak dunia. Tahun 1997 jumlah K asing resmi yang diterima indonesia tercatat sebesar 1.1 miliar dolar AS, dan tahun 1998 dan 1999 jumlahnya meningkat hingga 3,3 dan 4,2 miliar dolar AS. Memang pada saat krisi, iindonesia sangat membutuhkan bantuan luar negeri, terutama karena K asing swasta menurun sangat drastis. Pada saat I asing swasta mulai lagi ke indonesia, bantuan luar negeri terutama dalam bentuk bantuan pembangunan dan pinjaman dari IMF menunjukan tren yang menurun. Bagian yang terpenting dari arus K reesmi yang diterima olehh pemerintah indonesia setipa tahun adalah bantuan pembangunan dalam bentuk pinjaman dengan bunga sangat murah dan persyaratan sangat lunak, maupun dalam bentuk hibah. Ketergantunag pemerintah terhadap bantuan pembangunan dari sumber eksternal berkorelasi negatif terhadap defisit keuangan pemerintah yang dapat dijelaskan dalam suatu persaman yang sederhana sebagai berikut.
BPN = G-Ty
Suatu korelasi antara APBN dan saldo TB yang dapat dijelaskan dengan beberapa persamaan berikut :
Y = C + G + I + X-M
Dimana Y = Pendapatan atau PDB

Berdasarakan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa defisit TB mempunyai suatu korelasi yang kuat dengan arus K asing resmi atau BPN. Hal ini dibuktikan oleh pengalaman indonesia selama pemetintahan SOEHARTO hingga sekarang.
Data dari menteri keuangan RI untuk periode 1971-2001 menunjukana bahwa bagian dari bantuan tersebut lebih banyak diguunakan untuk pendanaan proyek-proyek. Baik dalam persentase dari PBD maupun dari pengeluaran pembangunan dalam APBN, rasio dari BP yang digunakan untuk membiayai proyek0proyek jauh lebih besar dibandingkan bagian untuk pembiayaan proogram-program.

F. UTANG LUAR NEGERI
A. faktor-faktor penyebab
Salah satu komponen penting dari arus K masuk yang banyak mendapat perhatian didalam litelatur mengenai pengembangan ekonomi di LDCs adalah ULN. Isu ini juga menjadi penting bagi indonesia saat ini, sejak krisis ekonomi nyaris membuat indonesia bangkrut secara finansial karena jumlah ULN nya , terutama dari swasta sangat besar, ditambaha lagi dengan ketidak mampuan sebagian besar dari perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk membayar kembali ULN mereka.
Tingginya ULN dari banyak LCDs disebabkan oleh faktor-faktor berikut. Defisit TB, kebutuhan untuk membiayai S-I gap yang negatif, tingkat inflasi yang tinggi, dan ketidak efisiensinya struktrual didalam perekonomian mereka.
Sejak pemerintahan orde baru hingga saat ini, tingkat ketergantungan indonesia pada pinjaman luar negeri (ULN) tidak pernah menyurut, bahkan mengalami suatu akselerasi yang pesat sejak krisis ekonomi, kerena indonesia membuat ULN yang baru dalam jumlah yang besar dari IMF untuk membiayai proses pemulihan ekonomi.
Ketiga defisit tersebut yang berkaitan satu sama lainnya (Dornbusch,1980) dapat disederhanakan dalam bentuk beberapa persamaan berikut.
TB = (X-M) + F
Di mana F = transfer internasional atau arus modal masuk neto

S – I = Sp + Sg – I = (Sp – I ) + ( Ty-G)
Dimana S (tabungan nasional) = Sp (tabungan individu/rumah tangga dan perusahaan) + Sg (tabungan pemerintah = Ty-G)
Bagusnya jika sebuah negara ttelah mencapai suatu tungkat pembangunan tertentu atau pada fase terakhir dari proses pe,bangunan, ketergantungan neegara tersebut terhadap pinjaman luar negeri akan lebih rendah dibandingkan dengan pperiode pada saat negara itu baru mulai membangun.

2. Perkembangan ULN indonesia
Dalam kasus indonesia, tren perkembangan ULN nya cenderung menunjukan suatu korelasi positif antara peningkatan PDB dengan peningkatan jumlah ULN, yang sering disebut growth with indebtedess, indonesia termasuk negara pengutang besar yang selam periode 1990-1998 pertumbuhan ULN nya rata-rata pertahun di atas 10 % dan pada tahun 1998 mencapai 151 miliar dolar AS. ULN indonesia terdiri dari sektor publik (pemerintah9 dan BUMN) dan swasta yang digaransi maupun tidak oleh pemerintah. Data sementara dari BI menunjukan bahwa higga kuartal I 2003 jumlah ULN indonesia menccapai 130,1 miliar dolar AS. Angka ini lebih sedikit rendah dibandingkan jumlah ULN pada kuartal IV dan kuartal I.
Sejak krisis ekonomi pinjaman dari IMF menjadai komponen penting dari ULN pemerintah yang dapat dikatakan sebagi penyelamat indonesia hingga tidak sampai mengalami status ‘kebangkrutan’ secara finansial.

KESIMPULAN

Neraca pembayaran suatu negara adalah catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk negara itu dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. Atau NPI adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh aktivitas ekonomi yang meliputi perdagangan barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Transaksi ekonomi tersebut diklasifikasikan ke dalam transaksi berjalan, transaksi modal, dan lalu lintas moneter. Transaksi berjalan terdiri atas ekspor ataupun impor barang dan jasa, sedangkan transaksi modal terdiri atas arus modal sektor pemerintah ataupun swasta, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Lalu lintas moneter adalah perubahan dalam cadangan devisa. Dengan demikian, neraca pembayaran memberikan gambaran arus penerimaan dan pengeluaran devisa serta perubahan neto cadangan devisa. Sedangkan menurut Balance of Payments Manual (BPM) yang diterbitkan oleh IMF (1993), definisi balance of payment (BOP) secara umum dapat diartikan sebagai berikut.

Balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasional adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang / jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya satu tahun.

Dari definisi di atas dapat dikemukakan bahwa BOP (balance of payment) merupakan suatu catatan sistematis yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang dikenal sebagai” double-entry bookkeeping” sehingga setiap transaksi internasional yang terjadi akan tercatat dua kali, yaitu sebagai transaksi kredit dan sebagai transaksi debit.

Tujuan penyusunan neraca pembayaran ini adalah untuk memberitahukan kepada pemerintah dan siapa saja yang membutuhkan atau berkepentingan mengenai posisi internasional dari negara yang bersangkutan secara keseluruhan. Data-data seperti ini sangat diperlukan bagi penyusunan kebijakan-kebijakan moneter, fiscal, dan perdagangan. Bagi kalangan swasta, data-data pada neraca pemabayaran itu juga penting untuk menyusun perencanaan dan strategi bisnis.

Tujuan analisa neraca pembayaran sangat berbeda-beda dan perbedaan ini menentukkan pola analisanya. Kesukaraan timbul dalam penentuan secara umum pola analisa tersebut. Beberapa masalah atau kekeliruan yang sering timbul dalam analisa neraca pembayaran antara lain :

* Seringkali mengabaikan saling hubungan anatara transaksi internasional yang satu dengan yang lain, sehingga ketidaksimbangan dalam neraca pembayaran diasosiasikan dengan satu transaksi saja tanpa melihat hubungannya dengan yang lain.
* Surplus dalam transaksi yang sedang berjalan sering dianggap baik, sebaliknya deficit dianggap jelek. Anggapan semacam ini tidak selalu benar.
* Keputusan untuk memberi bantuan (aid) sehrusnya lebih didasarjan pada kekuatan ekonomi Negara secara keseluruhan (misalnya diukur dengan penghasilan per kapita) bukan atas dasar pertimbangan neraca pembayran. Seperti misalnya, Indonesia mempunyai surplus neraca pembayarannya dan Inggris deficit, tidak berarti Indonesia memulai memberi bantuan pada Inggris.

daftar pustaka :

disadur dari : http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/02/neraca.html(dengan beberapa perubahan)

http://aindua.wordpress.com/2011/03/11/neraca-pembayaran-dan-tingkat-ketergantungan-pada-modal-asing/

http://iskandarzulkarnainm.blogspot.com/2011/04/neraca-pembayaran-dan-tingkat.html

menyadur dengan ijin lebih terhormat daripada plagiator




Read More..

Kamis, 14 April 2011

Usaha Kecil dan Menengah

Pendahuluan

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang dalam perkembangannya saat ini sudah cukup pesat. Menurut saya tidak pantas diberi nama UKM, karena UKM kepanjangannya tidak optimis. Seharusnya UKM diganti menjadi UBB seingkatan dari Usaha Bakal Besar.
Dalam tulisan ini saya akan menguraikan tentang UKM, mulai dari pengertian, contoh-contoh, dan peranannya dalam perekonomian Indonesia.


Belakangan ini perbincangan mengenai UKM semakin mengemuka. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha termasuk dalam skala ke Jii dari segi jumlah maupun tenaga kerja. Kekayaan bersih pun paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah "Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Dan, kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000.- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah)

3. Milik Warga Negara Indonesia

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Pemerintah Republik Indonesia, membina UKM melalui Oinas Koperasi dan UKM, dimasmg-masing Provinsi atau Kabupaten/ Kota. Banyak pula binaan UKM yang dikelola oleh beberapa perusahaan swasta.

"UKM ini juga memiliki kontribusi dalam penciptaan Produk Domestik Bruto (PDB)," kata Sandiaga S Uno, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Usaha Mikro. Kecil, Menengah dan Koperasi. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan UKM memberikan kontribusi Rp 2.121.3 triliun atau 53,6 persen dari total PDB Indonesia pada 2007 yang mencapai Rp 3.957,4 triliun. Nilai ekspor dan penyerapan tenaga kerja.

Selain itu. Sandiaga juga mengungkapkan bahwa UKM berperan dalam pembentukan modal investasi nasional. Meskipun beberapa permasalahan tetap dihadapi UKM mulai dari modal hingga pemasaran produk. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM menjalankan 12 program di antaranya penyelesaian KUT yang macet, peningkatan akses kepada perbankan, dan pelaksanaan pasar rakyat. Tentu saja, sejarah sudah mencatat bahwa jenis UKM ini mampu bertahan terhadap krisis bahkan pada krisis moneter lalu mampu menjadi pilar ekonomi ketika semua roda ekonomi lamban berputar.

Beberapa Karakteristik Usaha Kecil adalah:

Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah; Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;

Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha; Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP; Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha; Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

Contoh Contoh Usaha Kecil

Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja; Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya; Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan; Peternakan ayam, itik dan perikanan; Koperasi berskala kecil.


Pengertian usaha menengah
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah
  • Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
  • Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
  • Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
  • Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
  • Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
  • Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
Contoh usaha menengah
Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu:
  • Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah;
  • Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor;
  • Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar proponsi;
  • Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam;
  • Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.


PERANAN UKM DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Peranan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah besar sejak dulu. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, peranan UKM meningkat dengan tajam. Data dari Biro Pusat Statistik1 (BPS). menunjukkan bahwa persentase jumlah UKM dibandingkan total perusahaan pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9%. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor ini mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita didukung
oleh produksi dari UKM (59,3%). Data-data tersebut menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output.
Meskipun peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah, serta bersifat tambal-sulam. Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit bank/sumber permodalan lain dan akses pasar. Selain itu kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi. Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan UKM berkiprah dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu permasalahan yang dianggap mendasar adalah adanya kecendrungan
dari pemerintah dalam menjalankan program untuk pengembangan UKM seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap kebijakan lain yang berdampak merugikan usaha kecil (seperti halnya yang pernah terjadi di Jepang di mana kebijakan UKM diarahkan untuk mengkoreksi kesenjangan antara usaha besar dan UKM), sehingga sifatnya adalah tambal-sulam. Padahal seperti kita ketahui bahwa diberlakunya kebijakan yang bersifat
tambal-sulam membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi dari peraturan dan pelaksanaannya, sehingga tujuan pengembangan UKM pun kurang tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi penanganan UKM dengan serius, agar supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal. Salah satu pembenahan utama yang diperlukan adalah dari aspek regulasinya.
Potret UKM
UKM kurang mendapatkan perhatian di Indonesia sebelum krisis pecah pada tahun 1997. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia (yang telah meruntuhkan banyak usaha besar) sebagian besar UKM tetap bertahan, dan bahkan jumlahnya meningkat dengan pesat perhatian pada UKM menjadi lebih besar, kuatnya daya tahan UKM juga didukung oleh struktur permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri (73%), 4% bank swasta, 11% bank pemerintah, dan 3% supplier (Azis, 2001). Demikian juga kemampuannya menyerap tenaga kerja juga semakin meningkat dari sekitar 12 juta pada tahun 1980, tahun 1990, dan 1993 angka ini meningkat menjadi sekitar 45 juta dan 71 juta (data BPS), dan pada tahun 2001 menjadi 74,5 juta. Jumlah UKM yang ada meningkat dengan pesat, dari sekitar 7 ribu pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001. Sementara itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal di bawah Rp. 1 miliar yang merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap 88,59% dari total tenaga kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala menengah (0,14% dari total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar sampai Rp. 50 miliar hanya mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan usaha skala besar (0,01%) dengan modal di atas Rp. 54 miliar hanya mampu menyerap 0,56% tenaga kerja. Melihat sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting, UKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para pengambil kebijakan. khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas perkembangan UKM. Pengembangan UKM diIndonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUKM). Selain Kementrian Negara KUKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing. Di mana Depperindag melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah tahun 2002-2004. Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan (Menkeu) No. 316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5% Iaba
perusahaan bagi pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK). Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan dahulu mengeluarkan peraturan mengenai kredit bank untuk UKM, meskipun akhir-akhir ini tidak ada kebijakan khusus terhadap Perbankan mengenai pemberian kredit ke usaha kecil lagi. Demikian juga kantor ataupun instansi lainnya yang terlibat dalam “bisnis” UKM juga banyak. Meski banyak yang terlibat dalam pengembangan UKM namun tugas
pengembangam UKM yang dilimpahkan kepada instansi-instansi tersebut diwarnai banyak isu negatif misalnya politisasi terhadap KUKM, terutama koperasi serta pemberian dana subsidi JPS yang tidak jelas dan tidak terarah. Demikian juga kewajiban BUMN untuk menyisihkan labanya 1 – 5% juga tidak dikelola dan dilaksanakan dengan baik.
Kebanyakan BUMN memilih persentase terkecil, yaitu 1 %, sementara banyak UKM yang mengaku kesulitan mengakses dana tersebut. Selain itu kredit perbankan juga sulit untuk diakses oleh UKM, di antaranya karena prosedur yang rumit serta banyaknya UKM yang belum bankable. Apalagi BI tidak lagi membantu usaha kecil dalam bidang permodalan secara lansung dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya, secara umum UKM
sendiri menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah nonfinansial (organisasi manajemen). Masalah yang termasuk dalam masalah finansial di antaranya adalah (Urata, 2000):
• kurangnya kesesuain (terjadinya mismatch) antara dana yang tersedia yang dapat
diakses oleh UKM
• tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM
• Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup
rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan
kecil
• kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan
bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai
• bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi
• banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen
keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan
finansial
Sedangkan termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya
adalah :
• kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang
disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi
serta kurangnya pendidikan dan pelatihan
• kurangnya pengetahuan atcan pemasaran, yang disebabkan oleb terbatasnya
informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena
ketetbatasan kemampuan UKM untuk roonyediakanproduk/ jasa yang sesuai
dengan keinginan pasar
• keterbatasan sumber daya manusia (SDM) secara kurangnya sumber daya untuk
mengembangkan SDM2
• kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi
Di samping dua permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi
permasalahan linkage dengan perusahaan serta ekspor. Permasalahan yang terkait
dengan linkage antar perusahaan di antaranya sebagai berikut :
• Industri pendukung yang lemah.
• UKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem duster dalam bisnis belum
banyak.
Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ekspor di antaranya sebagai
berikut:
• kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan.
• Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor.
• Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor.
• Pengurusan dokumen yang diperlukan untuk ekspor yang birokratis.
Beberapa hal yang ditengarai menjadi faktor penyebab permasalahanpermasalahan di atas adalah: pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan UKM, termasuk masalah perpajakan yang belum memadai; masih terjadinya mismatch antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan kebutuhan UKM; serta kurangnya linkage antar UKM sendiri atau antara UKM dengan industri yang lebih besar (Urata, 2000). Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius serta terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengembangkan UKM.

daftar pustaka :
http://ivaninternisti.wordpress.com/2010/12/01/126/

http://belajarusahakecil.blogspot.com/2009/03/usaha-kecil-menengah.html

http://iskandarzulkarnainm.blogspot.com/

id.wikipedia.org





Read More..

Rabu, 06 April 2011

Industrialisasi Indonesia

1. PENDAHULIUAN

Industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian di Indonesia, dengan kata lain sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat mengimbangi laju pertumbuhan sektor pertanian.

Thee (1993) mengemukakan bahwa pengembangan industri kecil adalah cara yang dinilai besar perananya dalam pengembangan industri manufaktur. Pengembangan industri berskala kecil akan membantu mengatasi masalah pengangguran mengingat teknologi yang digunakan adalah teknologi padat karya, sehingga bisa memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, yang pada giliranya mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan.

Pentingnya industri, khususnya di negara-negara sedang berkembang sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial di negara tersebut seperti tingkat kemiskinan yang tinggi, jumlah pengangguran yang besar terutama dari golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, dan proses pembangunan yang tidak merata antara kota dan desa. Untuk itu, keberadaan atau pertumbuhan industri kecil diharapkan dapat memberi suatu kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut.


Dampak Industrialisasi Di Indonesia

Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.

Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.

Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apa pun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri nasional. Dan, aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia kerjanya.

Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.

Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.

Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20).

Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.

Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.

Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 102), mengelompokkan pecemaran alas dasar: a).bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya, b). pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial, c). pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.


Kebijakan industri

Di dalam pembangunan industri ada tiga aspek penting menurut Bezuidenhout yaitu struktur, strategi, dan kebijak industri. Struktur industri di suatu negara akan sangat berhubungan dengan sektor dominan dalam sistem ekonomi negara itu; hubungan antara negara dan pasar, dan dengan cara mengatur fungsi produksi dan reproduksi.

Strategi industri adalah bagaimana negara mengubah struktur industri untuk memfasilitasi pembangunan industrinya. Tujuan strategi industri adalah mengarahkan atau menstruktur industri untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi, seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan.

Kalau strategi industri lebih berupa pandangan luas restrukturisasi industri sedangkan kebijakan industri mengacu pada kebijakan pemerintah dalam mempromosikan pembangunan industri tanpa intervensi. Kebijakan-kebijakan makroekonomi, pendidikan, dan infrastruktur bisa dikategorikan sebagai kebijakan industri jika mengikuti definisi yang luas. Definisi kebijakan industri yang sempit hanya menyangkut industri tertentu saja.

Kebijakan industri akan sangat tergantung dari strategi industri yang diambil oleh suatu negara. Kebijakan industri ini akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mengacu pada bagaimana interaksi negara dan pasar.

Bezuidenhout membandingkan struktur industri, strategi industri, peran negara, dan langkah-langkah kebijakan industri di Afrika Selatan dari empat perspektif pembangunan yaitu perspektif yang digunakan Bank Dunia, perspektif post-Fordism, perspektif Porterism, dan perspektif pendekatan ekonomi politiknya Fine dan Rustomjee (political economy approach).

Perspektif Bank Dunia akan melihat kekurangan struktur industri akibat upah buruh dan biaya modal terlalu tinggi sehingga sektor manufaktur tidak mampu bersaing akibat diproteksi. Untuk membangun industri yang kompetitif, strategi industri harus diambil adalah pemerintah harus memfokuskan pada peningkatan kepercayaan investor untuk merangsang pertumbuhan.

Intervensi negara harus dikurangi dan untuk mendorong kepercayaan investor negara harus mengeluarkan kebijakan yang pro-ekonomi. Peran negara terbatas hanya membagikan tanah terbatas dan meningkatkan keterampilan dasar pekerja industri. Negara mengeluarkan kebijakan meliberalisasi perdagangan dan keuangan, dan mendukung tertib fiskal untuk meningkatkan kepercayaan investor.

Post-Fordism akan melihat kelemahan industri akibat kebijakan substitusi impor, persoalan rasial di Afrika Selatan yang pada era post-Fordism masih sangat kuat, dan menurunnya produktivitas sektor manufaktur. Untuk mengatasi kelemahan industri, negara harus memfokuskan strategi pada peningkatkan produktivitas dan ekspor industri manufaktur. Negara hanya boleh mengintervensi jika ada kegagalan serius. Tetapi negara harus berupaya membangun kapasitas institusi industri yang baik.

Kebijakan industri yang harus diambil adalah menguatkan pasar melalui kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang mendorong kompetisi, dan meningkatkan peran perusahan menengah dan kecil. Kebijakan lainnya adalah memperbaiki kapasitas kelembagaan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan-pelatihan. Negara juga dianjurkan mengeluarkan kebijakan yang menguatkan kemampuan teknologi yaitu dengan mendukung penelitian dan pengembangan.

Porterisme adalah istilah untuk menjelaskan perspektif yang didasarkan pada pemikiran Michael Porter, pendiri Monitor Company. Monitor Company mendapat tugas dari National Economic Forum mempelajari dan membantu memformulasikan kebijakan industri nasional Afrika Selatan. Hasil studi itu melihat strategi industri berseberangan dengan kebijakan industri. Strategi industri bertujuan memaksimalkan laju pertumbuhan ekonomi bagi negara sedangkan kebijakan industri akan memiliki gol yang berbeda.

Kelemahan struktur industri menurut perspektif Porterism antara lain karena lemahnya koordinasi antar-perusahaan di dalam satu kelompok ekonomi; perusahaan fokus pada memproduksi untuk pemerintah bukan fokus pada konsumen dan pesaing; ekspor fokus pada komoditi bukan pada peningkatan nilai tambah; lemahnya keterampilan yang terintegrasi pada kapasitas teknologi; lemahnya kompetisi di pasar lokal; dan lemahnya kemampuan birokrasi pemerintahan.

Karena itu strategi industri terutama fokus pada meningkatkan kemampuan bersaing dengan menyediakan lingkungan yang baik berbasis pasar agar perusahaan bisa beroperasi. Negara hanya harus menciptakan keadaan yang memungkinkan perusahaan bersaing dengan dorongan pasar. Bentuk intervensi terbaik adalah memperkuat faktor pasar.

Langkah-langkah kebijakan yang harus diambil antara lain menciptakan keadaan yang menghidupi bisnis dengan meningkatkan daya saing lokal dan internasional; pengembangan kelompok-kelompok bisnis serupa; mendorong value chain dan pengembangan industri yang terkait dan mendukung industri.

Value chain adalah rantai aktivitas untuk meningkatkan nilai (value). Porter (1998) mengidentifikasi satu rangkaian aktivitas yang umum ada pada perusahaan yaitu barang masuk (inbound logistic), operasi, barang keluar (outbound logistic), pemasaran dan penjualan, dan layanan (service). Setiap aktivitas atau keseluruhannya penting dalam meningkatkan kelebihan kompetitif.

Perspektif keempat mengikuti pendekatan ekonomi politiknya Ben Fine dan Zavareh Rustomjee (1996) yang menguraikan kebijakan industri Afrika Selatan yang didominasi oleh pertambangan. Menurut mereka struktur industri yang lemah akibat ekonomi masih masih didasarkan pada industri yang terdiri dari energi-mineral. Pengaruh dari interes kelas yang terkait dengan komposit energi-mineral membatasi kemampuan berkembang menjadi industri yang kuat.

Pendekatan ekonomi politik Fine dan Rustomjee mengusulkan strategi yaitu negara memelopori investasi pembangunan infrastruktur; secara selektif mengintervensi untuk mengintegrasikan komposit industri mineral-energi ke dalam industri manufaktur. Peran negara dikotomi negara dan pasar harus ditolak. Negaralah yang memegang peran sentral. Fine dan Rustomjee menilai tidak perlu ada usulan kebijakan industri yang spesifik, tetapi langkah-langkah seperti program kerja publik dan mentargetkan industri.

Keempat pendekatan ada penekanan yang berbeda, meskipun semuanya sama-sama sepakat penting memperkuat industri manufaktur. Negara kaya mineral seperti Afrika Selatan adalah mengikuti value chain yang fokus pada penambahan nilai komoditi melalui proses manufaktur sebelum mengekspor atau menjual barang-barang di pasar lokal.
Bezuidenhout menyimpulkan satu hal utama dari proses kebijakan industri di Afrika Selatan adalah peran negara menyangkut langkah-langkah kebijakan pada sisi suplai dan permintaan dan keterlibatan negara dalam pembangunan infrastruktur bangsa. Meskipun sejalan dengan kerangka ekonomi neo-liberal, peran aktif negara berkurang.

Pembangunan urban

Paper kedua, yang ditulis oleh Quaye Botchway, David Noon, dan Teddy Tsheko Setshedi bertiga, membahas peran pemerintah dalam pengembangan ekonomi lokal dengan menstimulasi peluang bisnis di komunitas yang terpinggirkan (orang India, berkulit hitam, dan berwarna) akibat kebijakan aparteid. Dari contoh kasus Provinsi Gauteng, paper ini menarik model untuk pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan dengan memodifikasi model yang digunakan di Inggris.

Quaye Botchway dalam tesis doktoralnya tahun 1999 berjudul “The emergent dynamics of local economic development: A case study of the Coventry area,” menggunakan model pengembangan ekonomi lokal berkelanjutan dengan empat kunci kebijakan ekonomi yaitu employment (pekerjaan), employability (kesempatan kerja), enterprise (perusahaan), dan environment (lingkungan ekonomi). Interaksi antar-empat kunci kebijakan ekonomi ini melalui konsep “emergence” atau kemunculan.

Emergence mengacu pada fenomena penyebab di satu tingkatan (mikro, meso, makro) memunculkan karakteristik baru di tingkatan lebih tinggi. “Emergence” ini bisa diidentifikasi menjadi tiga jenis. Pertama “physical emergence” atau kemunculkan bersifat fisik; kedua “knowledge emergence” atau kemunculan berupa pengetahuan; dan ketiga “perceptual emergence” atau kemunculan terkait dengan persepsi.

Physical emergence yaitu kemunculan pola hubungan baru berdasarkan spasial dan temporal. Knowledge emergence terjadi ketika hubungan fisik mungkin tidak berubah tetapi pemahaman manusia akan diri sendiri berubah. Perceptual emergence hubungan fisik dan pengetahuan manusia mengenai mereka tidak berubah tetapi persepsi dari pengamat dan atau mereka sendiri bisa berubah. Di dalam konteks pengembangan ekonomi lokal ketiga bentuk itu relevan. Implikasinya pada langkah-langkah kebijakan adalah ketika mengubah satu elemen akan berdampak pada elemen lainnya.

Bagaimana penjelasan kerangka analisis Botchway ini? Kerangka Botchway ini berkaitan dengan upaya lembaga pengembangan ekonomi lokal (LEDA – local economy development agencies) dalam mengembangkan kembali ekonomi lokal. Kerangka ini bisa dijelaskan melalui konsep 4-E: employment, employability, enterprise, dan environment (ekonomi).

Terkait dengan employment, upaya utama LEDA adalah menciptakan pekerjaan yang bisa menjamin keberlanjutan ekonomi. Employability berkaitan dengan respons LEDA pada persoalan pangsa pasar kerja seperti pendidikan dan pelatihan bagi pekerja atau yang baru masuk ke pangsa pasar tenaga kerja. Enterprise adalah proses-proses menstimulasi munculnya kegiatan kewirausahaan dan interaksi dengan investor. Environment (ekonomi) terkait dengan iklim isnis atau ekonomi atau penyediaan infrastruktur fisik yang bisa meningkatkan prospek ekonomi lokal.

Berdasarkan kerangka konsep proses kebijakan 4-E itu, persoalan ekonomi lokal cenderung diatasi melalui manajemen di tingkat aspek-aspek employment, employability, enerprise, dan environment. Manajemen di tingkat lokal terjadi di dalam struktur organisasi dan institusi yang ada, terkait secara hirarki.

Untuk mengakomodasi kemunculan karakteristik persoalan ekonomi lokal, kerangka konsep 4-E harus dimodifikasi. Model baru itu bisa dirumuskan sebagai 5-E sehingga ada ruang untuk awareness dan manajemen karakteristik tertentu. 5-E adalah employment; employability; enterprise, environment, dan emergence. Kerangka ini sudah dibuktikan bermanfaat untuk menganalisis persoalan ekonomi lokal di Inggris tetapi apakah cocok untuk Afrika Selatan?

Menggunakan contoh kasus pembanguan makro-ekonomi di Afrika Selatan di Provinsi Gauteng, terbukti teori 5-E ini relevan. Kesimpulannya?

Model strategi pembangunan 5-E sebagai paradigma baru bisa digunakan untuk konteks pembangunan ekonomi lokal di Afrika Selatan. Pelajaran baik penggunaan 4-E di Coventry (Inggris) tidak membantu untuk jangka waktu panjang jika tanpa melihat dinamika antara keempat kunci kebijakan dan dampak pada wilayah yang lebih luas.

Industrialisasi dan regulasi sosial

Di artikel ketiga dari lima artikel mengenai pembangunan dan industrialisasi, Gilton Klerck penulisnya, menguraikan kaitan antara regulasi sosial dengan industrialisasi, naik-turunnya persoalan Fordism rasial dengan industrialisasi, dan kondisi terkini dengan kemunculan neo-Fordism atau post-Fordism.

Industrialisasi sederhana bisa didefinisikan sebagai sebuah proses di mana porsi sumbangan industri secara umum dan khususnya manufaktur pada ekonomi atau komposisi penerimaan suatu negara meningkat. Biasanya sejalan dengan menurunnya sektor pertanian. Kondisi seperti ini yang terjadi di sejumlah negara berkembang.

Analisis kebijakan hanya menekankan pada industrialisasi saja tidak cukup. Faktor penting adalah kombinasi industrialisasi dan pembangunan sosial-politik. Para analis kebijakan melihat tiga bentuk kebijakan industrialisasi yaitu ekonomi inti (core economies), ekonomi pinggiran, dan ekonomi semi-pinggiran.

Ekonomi inti didasarkan pada industri yang menerapkan teknologi maju dan skill-intensive. Industri ini memiliki isi bernilai tambah tinggi dan tidak sensitif pada persaingan harga karena pasar lebih menejkankan pada kualitas produk dan disain.

Industri dominan dalam ekonomi pinggiran terutama sektor yang tidak berdasarkan sains yaitu mendapatkan nilai keuntungan dari sumber daya alam, buruh murah, dan tidak memiliki kapasitas mengembangkan teknologi maupun inovasi produk. Desain dan metoda produksi terstandarisasi dan pertumbuhan produktivitas lambat. Industri semi-pinggiran berada di antara ekonomi inti dan ekonomi pinggiran yaitu memanfaatkan modal lebih tinggi dan tingkat proses produksi lebih canggih daripada ekonomi pinggiran.

Ekonomi Afrika Selatan pada pertengahan 1990-an dicirikan dengan kesenjangan sosial yang besar dan rendahnya pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan politik ekonomi aparteid. Kebijakan politik ekonomi yang pro-kulit putih ini disebut Gelb sebagai Forism rasial yang menjadi ciri khas penerapan Fordism plus kebijakan aparteid. Model kebijakan Fordism rasial ini berkarakteristik industrialisasi kombinasi aparteid dan substitusi import. Industrialisasi ini bercirikan Fordism seperti di negara maju (peningkatan produksi masal untuk dikonsumsi masal) tetapi produksi dan konsumsi terstruktur secara rasialis.

Strategi yang berkembang di Afsel hasil dari pengaruh dua faktor lokal penting. Pertama politik domestik yang berakar pada dominasi kulit putih. Dominasi ini mendorong pembuat kebijakan mengadopsi strategi yang akan meningkatkan standar hidup kulit putih. Kedua adalah masuknya Afsel ke dalam pasar tenaga kerja internasional untuk mendapatkan devisa yang akan digunakan membeli peralatan demi pengembangan pertambangan. Model pembangunan yang muncul di Afsel adalah karikatur dari Fordism di negara berkembang, terutama hubungan antara kesukuan (aparteid) dan kelas (kapitalisme). Tekanan rasial yang terinstitusional membuktikan menjadi kualifikasi utama tipe Fordism yang paling mungkin diterapkan di Afsel. Bentuk industrialisasi Fordism seperti ini mengalami hambatan karena tanpa “aspek sosial buruh atau norma konsumsi masal” yang disyaratkan dalam Fordism yaitu upah buruh yang layak.

Tekanan krisis ekonomi internasional yang dikombinasikan dengan tekanan di dalam Afsel pada Fordism rasial mendorong perubahan kebijakan yang rasialis terutama dalam hubungan perburuhan. Ekonomi dan politik Afsel memasuki tahapan krisis struktural yang tidak akan bisa diatasi jika tidak mengubah kebijakan aparteid. Kebijakan aparteid harus dihapuskan sebelum pertumbuhan ekonomi baru bisa terjadi. Dihapuskannya kebijakan aparteid memungkinkan munculnya model pembangunan yang baru.

African National Congress (ANC) muncul dengan kebijakan makro-ekonomi yang bertujuan menyeimbangkan redistribusi internal yang memprioritaskan pertumbuhan melalui ekspansi sektor barang-barang kebutuhan dasar dan bertujuan orientasi ekspor keluar dengan mencari daya saing internasional sektor manufaktur Afsel.

Apa alternatif dari Fordism rasial? Klerck mengajukan penerapan neo-Fordism dan post-Fordism. Neo-Fordism adalah intensifikasi kebijakan industrialisasi Fordism. Kalau neo-Fordism berasosiasi dengan teknologi baru dengan pekerjaan tanpa keterampilan dan meningkatnya kendali manajemen yang tersentral, post-Fordism lebih pada tenaga kerja multi-terampil dengan tempat kerja kurang hirarkinya. Post-Fordism menjanjikan citra yang lebih optimis bahwa telah terjadi perubahan dibandingkan neo-Fordism.

Informasi, komunikasi dan pembangunan

Di dalam tulisannya berjudul “Information and communication for development,” Simon Burton menguraikan bagaimana peran informasi dan komunikasi untuk mendukung pembangunan. Tujuan Burton adalah menetapkan arena diskusi dengan menunjukkanpertumbuhan nyata konsep informasi untuk ilmu sosial; mencari-cari konsep informasi, komunikasi dan pengetahuan; menyediakan pandangan singkat mengenai hubungan antara komunikasi dan pembangunan, menunjukkan pergeseran teoritis dan praktis dalam strategi; dan mempertimbangkan kampanye informasi dan persoalan teoritis dan praktisnya.

Ia mengajukan tiga kesulitan penting untuk memulai bahasan ini. Pertama, kita hidup pada masa ketika makna “pembangunan” lagi serius-seriusnya dikontestasikan dan ketika bidang studi informasi dan komunikasi sedang berupaya mengikuti praktek sosial berkaitan dengan perubahan teknologi. Kesulitan ini menelurkan pertanyaan: jenis pembangunan dan komunikasi seperti apa yang ingin kita lihat berlaku?

Kesulitan kedua, memang disiplin komunikasi pembangunan nyata-nyata ada dan mencakup rupa-rupa praktek yang beragam, melibatkan banyak aktor, sedikit terfragmentasi dan terpisah-pisah. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai kemungkinan menyajikan model yang bermanfaat dan bisa diimplementasikan dalam konteks yang berbeda-beda.

Ketiga, ada sejarah panjang melaksanakan komunikasi untuk pembangunan. Hal ini mendorong pertanyaan: apa pembelajaran terbaik dari keberhasilan dan apa provisi politik informasi yang lebih umum?

Satu yang perlu diingat, tulis Burton (2001: 435), “Kita harus mencamkan bahwa bagi kebanyakan orang di dunia, ada cara krusial yang bisa meningkatkan hidup mereka yaitu melalui informasi, pengetahuan sumber daya dan praktek komunikasi, dan perdebatan lebih luas mengenai information superhighway mungkin kecil kepedulian pada mereka dengan kebutuhan besar.”

Selanjutnya, Burton menguraikan sejumlah definisi berbagai ahli mengenai informasi. Informasi sesuatu yang abstrak, bukan benda yang nampak. Definisi informasi yang diajukan John Feather adalah “satu set pengetahuan yang dicetak dalam bentuk simbol.” Tulisan-tulisan di paper ini juga adalah informasi mengikuti definisi Feather.

Komunikasi, jika dikaitkan dengan informasi, adalah berbagi informasi dan menginterpretasikan informasi secara budaya dan personal. Komunikasi adalah sebuah proses menggunakan cara-cara tertentu untuk menyampaikan informasi (suara, gambar atau teknologi lain) dan memahaminya (decoding).

Lalu apa bedanya pengetahuan (knowledge) dan informasi? Secara umum knowledge adalah aset atau kapasitas pikiran manusia sedangkan informasi selalu memiliki pirantinya pengantarnya sendiri berupa sistem simbol yang bisa diinterpretasikan. Ketika pengetahuan disampaikan, penerima sesungguhnya menginterpretasi atau menerjemahkan simbol pengantar informasi sampai mereka paham.

Pengetahuan dan informasi adalah hasil kegiatan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pemahaman ini membawa penelitian mengenai seberapa kuasa kelompok mampu mewakili dunia dan mereka dibandingkan lainnya melalui proses mengomunikasikan informasi. Tekait dengan penelitian pembangunan (development), siapa yang mampu merumuskan pendapat dan mengomunikasikannya akan memiliki kekuasaan.

Jadi bagaimana mengaitkan informasi, komunikasi, dan pembangunan? Muncul banyak istilah yang mencoba melihat informasi, komunikasi, dan pembangunan. Misalnya, komunikasi pembangunan, informasi dan komunikasi untuk pembangunan. Dan, komunikasi saat ini tidak bisa dipisahkan dengan teknologi yang mendorong proses penyampaian informasi dengan berbagai bentuk komunikasi menjadi lebih efisien, efektif, dan powerful.

Ada paradigma dominan di dalam komunikasi untuk pembangunan. Komunikasi untuk pembangunan yang dominan adalah dua langkah berkomunikasi. Ada perantara antara pengirim pesan dengan keseluruhan orang sebagai penerima pasif. Media massa adalah model komunikasi untuk pembangunan masyarakat.

Paradigma dominan dalam komunikasi untuk pembangunan tergantung pada sejumlah asumsi yang saling berhubungan satu dengan lainnya mengenai kekuatan media, kecocokan westernisasi sebagai model organisasi sosial, dan struktur sosial dalam masyarakat tradisional yang tidak terdiferensiasi.

Bordenave, menggunakan kerangka pemikiran Paulo Freire, berargumen pardigma dominan ini mengikuti model komunikasi satu arah (one-way), atas-bawah (top-down), dan linier. Freire menyebutnya “mentalitas transmisi” yang melihat audiens sebagai penerima pasif dan yang menganggap ada perbedaan status dan peran antara pemberi dan penerima.

Paradigma dominan melihat media memiliki peran penting dalam komunikasi untuk pembangunan. Pada kenyataannya negara (state) sering dilihat sebagai sumber utama informasi pembangunan. Negara memiliki peran membentuk lansekap informasi masyarakat. Negara memiliki sejumlah lembaga yang bisa digunakan untuk menyebarkan informasi. Ambil contoh keadaan di Indonesia. Pemerintah (atas nama negara) membentuk departemen komunikasi. Peran negara melalui departemen komunikasi ini sangat kuat pada masa kekuasaan Soeharto.

Pemerintah (kembali atas nama negara) memiliki kekuasaan melalui kebijakan menentukan strategi komunikasi untuk pembangunan. Pemerintah menjadi aktor paling penting ketika menyangkut penentuan infrastruktur informasi masyarakat dan hak warganegara mendapatkan informasi dan mengakses piranti komunikasi.

Kembali media memegang peran penting dalam memelihara ruang publik yaitu arena di mana masyarakat tanpa melihat statusnya bisa saling bicara dan mendengarkan. Media bukanlah pelayan negara (pemerintah) atau pasar tetapi sebagai pemelihara ruang dengan kebebasan mengemukakan pendapat dan mendengarkan pendapat yang lain.

Jika media menjadi salah satu lembaga penting dalam penyebaran informasi, dengan tujuan menyediakan ruang bebas bagi siapa saja untuk mengemukakan pendapat dan mendengarkan yang lain, terkait dengan negara (pemerintah) akan memunculkan pertanyaan politik, teknologi, dan finansial.

Pertanyaan politik adalah mengenai siapa yang memiliki akses pada informasi, siapa yang memiliki hak berkomunikasi, dan siapa yang akan menentukan informasi seperti apa yang isa disediakan. Pertanyaan teknologi adalah mengenai ketersediaan layanan. Dan pertanyaan finansial mengenai siapa yang membayar layanan itu. Jika bukan negara (pemerintah) atau bisnis, lalu siapa yang membayar?

Di bagian lain, Burton menguraikan mengenai social marketing yang digunakan dalam strategi komunikasi untuk pembangunan. Social marketing juga digunakan di Afsel. Tetapi, Burton mengingatkan, kita harus hati-hati dalam menggunakan komunikasi dan informasi untuk mengatasi persoalan mendasar. Mengapa? Pembangunan sering mengenai kekuasaan dan interes. Akses pada informasi dan piranti komunikasi adalah arena di mana kekuasaan dimainkan.

“Jika kita berpikir pembangunan mendukung komunikasi sebagai memainkan sejumlah peran di dalam perjumpaan anara institusi pembangunan dan subyek pembangunan, melalui ahli atau profesional di bidang pembangunan, kita harus menyadari bahwa komunikasi itu sendiri adalah gol atau tujuan, produk yang tidak pernah selesai dibentuk, sama seperti partisipasi,” tulis Burton.

Burton mengambil enam kesimpulan terkait dengan tantangan pemikiran dan mempraktekkan informasi dan komunikasi untuk pembangunan:

(1) Kita dihadapkan pada pilihan yang banyak saluran informasi yang mampu membawa berbagai bentuk informasi berbeda.
(2) Kita dihadapkan pada beragam sumber awal informasi dan luasnya penerima potensial.
(3) Kita dihadapkan pada sejumlah pilihan tujuan transfer informasi.
(4) Kita berada di periode perubahan teknologi yang menumbuhkan banyak kemungkinan komunikasi.
(5) Kita menghadapi keputusan politik yang penting mengenai pembangunan itu sendiri dan kadang mengkonteskan intervensi hasil dari pembangunan.
(6) Ada hal mendasar yang menentukan dalam praktek transfer informasi dan potensi konsekuensi yang tidak diharapkan dari strategi komunikasi yang disiapkan sungguh-sungguh.

Karena buku ini diterbitkan 2001, kesimpulan no 4 sudah terjadi. Istilah masyarakat (society) perlu didefinisikan ulang dengan adanya Internet dan sejumlah layanan di Internet, terutama jaringan sosial, seperti FaceBook, Twitter, dan berbagai fasilitas layanan jejaring lainnya di Internet. Ketika definisi masyarakat berubah, definisi pembangunan (development) juga ikut berubah, terutama jika dikaitkan dengan penyebaran informasi untuk menunjang pembangunan.

Penyebaran model produksi

Salah satu fitur pembangunan kapitalis yang tidak merata adalah adanya perbedaan organisasi sosial produksi dan hubungan pekerja di tingkat internasional. Tony Elger dan Chris Smith mencoba mengeksplorasi bagaimana pengaruh pemindahan produksi dari negara maju ke negara berkembang terhadap model produksi dan hubungan perburuhan. Mereka menggunakan contoh kasus investasi langsung trans-national corporation (TNC) Jepang di Meksiko dan Malaysia.

TNC tidak semuanya mempunyai struktur, strategi, dan karakter institusi yang sama. TNC dari negara-negara Eropa dan AS berbeda dengan TNC dari Jepang. Perbedaan itu berimplikasi strategi investasi di negara berkembang juga berbeda. Berbeda jenis industri berbeda pula kebijakannya terkait dengan paradigman produksi dan hubungan perburuhannya. Berbeda negara sasaran investasinya juga akan berbeda paradigma produksi dan hubungan perburuhannya.

Investasi Jepang di Meksiko mengelompok di bagian utara dekat perbatasan dengan AS. Pada awalnya investasi itu untuk merespon pengetatan migrasi buruh di perbatasan, tetapi kemudian berubah kegiatan produksi difokuskan untuk ekspor mengikuti kebijakan industrialisasi pemerintah Meksiko.

Kebijakan manajemen pabrik-pabrik kendaraan bermotor Jepang di Meksiko bercirikan manajemen senior kuat memegang kendali, tekanan kerja tinggi, kepuasan buruh relatif rendah, ada rotasi kerja, lambat sekali peningkatan kemajuan, ada pelatihan untuk pekerjaan tertentu, dan ada penerapan teknik total quality management.

Berbeda dengan pabrik elektronik. Di pabrik elektronik tidak ada rotasi pekerjaan, buruh tidak terampil, kalau pun ada rotasi dan training akan berdasarkan seleksi dan sedikit sekali kesempatannya, dan tidak ada upaya untuk melibatkan buruh dalam meningkatkan kerja.

Dibandingkan dengan proses produksi di Jepang, pabrik di Meksiko berupaya beradaptasi dengan kondisi lokal sehingga praktek kaizen (just in time) tidak bisa diterapkan. Keterbatasan infrastruktur lokal dan perlunya mengimpor komponen dari Jepang menyebabkan penerapan kaizen menjadi sulit.

Proses produksi pabrik Jepang di Meksiko sangat ketat mengikuti standar sehingga kecil kemungkinan untuk memperbaiki produksi. Proses produksi yang standar ini sesuai dengan buruh yang tidak terampil dan berupah murah. Perbedaan kerja buruh perempuan dan laki-laki sangat ketat.

Malaysia menerapkan strategi industrialisasi mendorong investasi. Investasi Jepang masuk di bidang industri ekstraktif dan industri manufaktur bermitra dengan perusahaan lokal. Kebijakan industri di Malaysia untuk memenuhi pasar lokal sebelum berpindah ke pasar ekspor. Kebijakan berorienasi ekspor ini yang menjadi daya tarik investasi Jepang di Malaysia.

Kebijakan Ekonomi Baru (New Economic Policy) Malaysia yang memberikan peluang lebih banyak pada masyarakat Melayu (dan mendiskriminasikan suku lainnya) mendorong munculnya kelas pekerja dari masyarakat Melayu di pabrik-pabrik beroreintasi ekspor dan tumbuhnya borjuis-borjuis Melayu. Konsekuensinya para investor sektor industri harus menerima pekerja pemudi Melayu (sering dari kampung-kampung) untuk bekerja sebagai buruh perakitan. Suku Cina menduduki posisi sebagai pengawas dan manajer personalia. Segmentasi ini menstruktur jarak sosial yang jauh antara manajer dan pekerja.

Kebijakan “Look East” mendorong perusahaan penanaman modal kerja sama (joint venture) mengirim insinyur dan teknisi untuk belajar ke Jepang. Meskipun ada pelatihan formal di Jepang, tetap saja transfer pengetahuan dari Jepang ke perusahaan di Malaysia terbatas.

Lima artikel di dalam Bagian D buku “Development: Theory, Policy, and Practice” ini menjelaskan kebijakan industrialisasi dan strategi industrialisasi mempengaruhi bentuk industri yang sesuai, termasuk juga bentuk industri pindahan dari negara maju.

Referensi

Coetzee, J.K., Graaff, J., Hendricks, F., dan Wood, G. (Editor). 2001. Development: Theory, Policy, and Practice. New York: Oxford University Press.

Fine, B dan Rustomjee, Z. 1996. The Political Economy of South Africa: From Minerals-Energy Complex to Industrialisation. London: C. Hurst and Co.

Porter, M.E. 1998. Competitive Advantage:Creating and Sustaining Superior Performace: With a New Introduction. New York: The Free Press.

Buku Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro dan Makro) edisi revisi, Rahardja P, Manurung M, Universitas Indonesia 

http://ekoarianto.students.uii.ac.id/2009/03/25/dampak-industrialisasi-di-indonesia/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18003/5/Chapter%20I.pdf

http://ivanlipio.blogspot.com/2011/03/industrialisasi.html

http://iskandarzulkarnainm.blogspot.com Read More..