Selasa, 30 Oktober 2012

Buruknya pelayanan masyarakat oleh aparatur negara

Tulisan pertama


Pada kesempatan kali ini, saya akan bercerita tentang pengalaman saya membuat SIM A mandiri tanpa metode tembak-tembakan.

Suatu hari di bulan September, Senin pagi saya memutuskan untuk mengurus pembuatan SIM secara mandiri ke Polres Kota Bekasi setelah sekian lama saya berniat untuk mengurus semua secara mandiri, tanpa ada campur tangan orang tua dan biro jasa. Saya berangkat dari rumah pukul 09.00 WIB dengan dibekali uang sejumlah Rp400.000, tadinya ayah saya ingin membekali saya dengan uang yang cukup untuk menggunakan metode tembak-menembak yang mulus lus lus tanpa ujian dan keribetan-keribetan lainnya yang membuat pusing kepala. Tapi karena niat saya untuk bersih sudah membatu, saya tolak tawarannya.

Sampai di Polres pukul 09.42 WIB, saya parkir kendaraan di apotek. Disinilah mulai terjadi bisikan-bisikan setan yang bertanya "Bikin SIM, mas?", "Mau dibantu?". Dan yang membuat saya mual dan ingin muntah adalah Oknum Polisi sendiri yang menawarkan jasa seperti itu kepada saya. Saya sebut oknum karena tak semua polisi kelakuannya seperti itu.
Ketika saya masuk ke sentra pelayanan SIM, saya kembali dibuat mual karena sebelumnya saya harus cek kesehatan sebagai syarat pembuatan SIM, yang paling menyebalkan adalah saya harus keluar lagi kantor dan memutar cukup jauh untuk menuju ruangan tes kesehatan. Lebih menyebalkan lagi ternyata di kantor ada pintu belakang yang sebenarnya tembus ke ruang tes kesehatan tapi tidak dibuka. Saya pikir ini sengaja tidak dibuka karena hal ini mengkondisikan keribetan yang diceritakan oleh para calo yang membuat masyarakat terpaksa pakai calo.

Setelah selesai cek kesehatan dan mata yang menurut saya "tolol" itu , saya langsung menuju ke tempat pembelian formulir dan asuransi. Lanjut ke ruang tes tertulis yang ramai sekali sampai-sampai saya harus antri tempat duduk. Yang menggelitik saya adalah ketika tes ada seorang bapak yang telpon calonya bertanya seperti ini "Mas, ini isinya asal-asalan aja, kan?" saya tebak si calo pasti menjawab "iya". Tebakan saya bukan tanpa alasan, pasalnya si bapak memang benar-benar mengisi lembar tes tertulis dengan asal-asalan dengan total waktu yang dia pakai untuk menyelesaikannya kurang dari 3 menit. Jadi ini modus terbaru calo?semua konsumennya harus mengikuti tahap ujian tapi hanya sebagai formalitas karena saya lihat lembar jawabannya ditandai dengan huruf aneh.

Setelah saya dapat pengumuman lulus, buru-buru saya menghampiri tempat ujian praktek yang lebih mirip tempat parkiran. Saya tidak lihat peralatan yang cukup untuk tes praktik. Setelah saya tanya seorang pedagang, jawaban dia seperti ini "Tempat tesnya baru pindah kesini karena sebelumnya di GOR bekasi, jadi ya alakadarnya dulu, mas. Sementara aja ini". Karena tidak ada antrian, saya langsung dipanggil instruktur untuk segera memulai tes. Nah, di titik ini saya merasa ada yang aneh di tubuh saya. Grogi bukan main terlebih mobil yang saya pakai bentuknya besar dan saya tidak pernah memakainya sebelumnya.
Bisa ditebak, saya gagal untuk kali ini dan pada pukul 11.00 tepat saya keluar dari kantor Polisi dengan perut yang masih mual dan akhirnya terpaksa harus saya muntahkan di kamar mandi kemudian minggu depannya saya kembali lagi dan akhirnya saya lulus dengan latihan yang intens sebelumnya. Rincian biaya yang saya keluarkan adalah :

Tes kesehatan : Rp25.000
Asuransi         : Rp25.000
Formulir         : Rp120.000

Total biaya yang keluar Rp170.000, namun karena minggu depannya saya harus balik lagi, jadi ada penambahan ongkos.Sekian


Tulisan kedua

Setelah mengalami serangkaian keribetan yang disebabkan oleh birokrasi yang aneh, saya berpendapat bahwa sesungguhnya calo dan oknum itu sudah bekerjasama untuk mengkondisikan keadaan seaneh mungkin demi malasnya masyarakat untuk mengurus sendiri keperluannya dan pada akhirnya menggunakan jasa si calo itu. Masalah ini hampir terjadi di seluruh fasilitas pelayanan publik, seperti di kelurahan, kecamatan dll.Menyebalkan.

Memalukan memang seorang abdi negara, pengayom masyarakat tapi mereka "jual diri" dan menginjak-injak seragam mereka sendiri tanpa mereka sadari. Akan tetapi semua ini bisa kita cegah dengan menanamkan mindset bahwa kalau kita makin permisif terhadap mereka, selamanya mereka akan menjadi seperti itu. "Djangan Jadi penyuap!" itu yang saya tanamkan dalam pikiran saya yang setidaknya sampai detik ini mampu menjaga diri saya dari perbuatan hina seperti itu.

Dan untuk pelayanan SIM yang menyebalkan itu, saya bengkokan seluruh jempol yang saya punya menghadap kebawah untuk penilaiannya. Bagaimana tidak, hal seperti itu yang membuat angka kematian yang disebabkan oleh kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas terus naik setiap waktu. Melalui ini, saya merekomendasikan pembaca untuk mengurus keperluan anda sendiri!jangan minta bantuan orang lain.
Dengan cara ini, lama kelamaan lahan si calo itu akan habis dengan sendirinya




Read More..

Minggu, 14 Oktober 2012

Bung Karno dan politik minyak kita




"Jangan Dengarkan Asing..!!"

Itulah yang diucapkan Bung Karno di tahun 1957 saat ia mulai melakukan aksi atas politik kedaulatan modal. Aksi kedaulatan modal adalah sebuah bentuk politik baru yang ditawarkan Sukarno sebagai alternatif ekonomi dunia yang saling menghormati, sebuah dunia yang saling menyadari keberadaan masing-masing, sebuah dunia co-operasi, "Elu ada, gue ada" kata Bung Karno saat berpidato dengan dialek betawi di depan para mahasiswa sepulangnya dari Amerika Serikat.

Pada tahun 1957, perlombaan pengaruh kekuasaan meningkat antara Sovjet Uni dan Amerika Serikat, Sovjet Uni sudah berani masuk ke Asia pasca meninggalnya Stalin, sementara Mao sudah ambil ancang-ancang untuk menguasai seluruh wilayah perbatasan Sovjet Uni dengan RRC di utara Peking. Bung Karno sudah menebak Amerika Serikat dan Sovjet Uni pasti akan rebutan Asia Tenggara. "Dulu Jepang ngebom Pearl Harbour itu tujuannya untuk menguasai Tarakan, untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama Indonesia akan jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik, kemerdekaan Indonesia bukan saja soal kemerdekaan politiek, tapi soal bagaimana menjadiken manusia yang didalamnya hidup terhormat dan terjamin kesejahteraannya" kata Bung Karno saat menerima beberapa pembantunya sesaat setelah pengunduran Hatta menjadi Wakil Presiden RI tahun 1956. Saat itu Indonesia merobek-robek perjanjian KMB didorong oleh kelompok Murba, Bung Karno berani menuntut pada dunia Internasional untuk mendesak Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia "Kalau Belanda mau perang, kita jawab dengan perang" teriak Bung Karno saat memerintahkan Subandrio untuk melobi beberapa negara barat seperti Inggris dan Amerika Serikat.

"Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang" Ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan energi sebagai puncak kedaulatan bangsa Indonesia, pada peresmian pembelian kapal tanker oleh Ibnu Sutowo sekitar tahun 1960, Bung Karno berkata "Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak, heee....joullie (kalian =bahasa belanda) tau siapa yang punya minyak paling banyak, siapa yang punya penduduk paling banyak...inilah bangsa Indonesia, Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari minyak kita ciptaken pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptaken kemakmurannya sendiri".

Jelas langkah Sukarno tak disukai Amerika Serikat, tapi Moskow cenderung setuju pada Sukarno, ketimbang harus perang di Asia Tenggara dengan Amerika Serikat, Moskow memutuskan bersekutu dengan Sukarno, tapi perpecahan Moskow dengan Peking bikin bingung Sukarno. Akhirnya Sukarno memutuskan maju terus tampa Moskow, tampa Peking untuk berhadapan dengan kolonialis barat.

Di tahun 1960, Sukarno bikin gempar perusahaan minyak asing, dia panggil Djuanda, dan suruh bikin susunan soal konsesi minyak "Kamu tau, sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentiken, dihancurleburken dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri, bangsaku harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita punya, coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak" urai Sukarno di depan Djuanda.

Lalu tak lama kemudian Djuanda menyusun surat yang kemudian ditandangani Sukarno. Surat itu kemudian dikenal UU No. 44/tahun 1960. isi dari UU itu amat luar biasa dan memukul MNC (Multi National Corporation). "Seluruh Minyak dan Gas Alam dilakukan negara atau perusahaan negara". Inilah yang kemudian menjadi titik pangkal kebencian kaum pemodal asing pada Sukarno, Sukarno jadi sasaran pembunuhan dan orang yang paling diincar bunuh nomor satu di Asia. Tapi Sukarno tak gentar, di sebuah pertemuan para Jenderal-Jenderalnya Sukarno berkata "Buat apa memerdekakan bangsaku, bila bangsaku hanya tetap jadi budak bagi asing, jangan dengarken asing, jangan mau dicekoki Keynes, Indonesia untuk bangsa Indonesia". Ketika laporan intelijen melapori bahwa Sukarno tidak disukai atas UU No. 44 tahun 1960 itu Sukarno malah memerintahkan ajudannya untuk membawa paksa seluruh direktur perusahaan asing ke Istana. Mereka takut pada ancaman Sukarno. Dan diam ketakutan.

Pada hari Senin, 14 Januari 1963 pemimpin tiga perusahaan besar datang lagi ke Istana, mereka dari perusahaan Stanvac, Caltex dan Shell. Mereka meminta Sukarno membatalkan UU No.40 tahun 1960. UU lama sebelum tahun 1960 disebut sebagai "Let Alone Agreement" yang memustahilkan Indonesia menasionalisasi perusahaan asing, ditangan Sukarno perjanjian itu diubah agar ada celah bila asing macam-macam dan tidak memberiken kemakmuran pada bangsa Indonesia atas investasinya di Indonesia maka perusahaannya dinasionalisasikan. Para boss perusahaan minyak itu meminta Sukarno untuk mengubah keputusannya, tapi inilah jawaban Sukarno "Undang-Undang itu aku buat untuk membekukan UU lama dimana UU lama merupaken sebuah fait accomply atas keputusan energi yang tidak bisa menasionalisasikan perusahaan asing. UU 1960 itu kubuat agar mereka tau, bahwa mereka bekerja di negeri ini harus membagi hasil yang adil kepada bangsaku, bangsa Indonesia" mereka masih ngeyel juga, tapi bukan Bung Karno namanya ketika didesak bule dia malah meradang, sambil memukul meja dan mengetuk-ngetukkan tongkat komando-nya lalu mengarahkan telunjuk kepada bule-bule itu Sukarno berkata dengan suara keras :"Aku kasih waktu pada kalian beberapa hari untuk berpikir, kalau tidak mau aku berikan konsesi ini pada pihak lain negara..!" waktu itu ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan Permina (sekarang Pertamina) menjadi perusahaan terbesar minyak di dunia, Sukarno butuh investasi yang besar untuk mengembangkan Permina. Caltex disuruh menyerahkan 53% hasil minyaknya ke Permina untuk disuling, Caltex diperintahkan memberikan fasilitas pemasaran dan distribusi kepada pemerintah, dan menyerahkan modal dalam bentuk dollar untuk menyuplai kebutuhan investasi jangka panjang pada Permina.

Bung Karno tidak berhenti begitu saja, ia juga menggempur Belanda di Irian Barat dan mempermainkan Amerika Serikat, Sukarno tau apabila Irian Barat lepas maka Biak akan dijadikan pangkalan militer terbesar di Asia Pasifik, dan ini mengancam kedaulatan bangsa Indonesia yang baru tumbuh. Kemenangan atas Irian Barat merupakan kemenangan atas kedaulatan modal terbesar Indonesia, di barat Indonesia punya lumbung minyak yang berada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan sementara di Irian Barat ada gas dan emas. Indonesia bersiap menjadi negara paling kuat di Asia. Hitung-hitungan Sukarno di tahun 1975 akan terjadi booming minyak dunia, di tahun itulah Indonesia akan menjadi negara yang paling maju di Asia , maka obesesi terbesar Sukarno adalah membangun Permina sebagai perusahaan konglomerasi yang mengatalisator perusahaan-perusahaan negara lainnya di dalam struktur modal nasional. Modal Nasional inilah yang kemudian bisa dijadikan alat untuk mengakuisisi ekonomi dunia, di kalangan penggede saat itu struktur modal itu diberi kode namanya sebagai 'Dana Revolusi Sukarno". Kelak empat puluh tahun kemudian banyak negara-negara kaya seperti Dubai, Arab Saudi, Cina dan Singapura menggunakan struktur modal nasional dan membentuk apa yang dinamakan Sovereign Wealth Fund (SWF) sebuah struktur modal nasional yang digunakan untuk mengakuisisi banyak perusahaan di negara asing, salah satunya apa yang dilakukan Temasek dengan menguasai saham Indosat.

Sukarno sangat perhatian dengan seluruh tambang minyak di Indonesia, di satu sudut Istana samping perpustakaannya ia memiliki maket khusus yang menggambarkan posisi perusahaan minyak Indonesia, suatu hari saat Bung Karno kedatangan Brigjen Sumitro, yang disuruh Letjen Yani untuk menggantikan Brigjen Hario Ketjik menjadi Panglima Kalimantan Timur, Sukarno sedang berada di ruang khusus itu, lalu ia keluar menemui Sumitro yang diantar Yani untuk sarapan dengan Bung Karno, saat sarapan dengan roti cane dengan madu dan beberapa obat untuk penyakit ginjal dan diabetesnya, Sukarno berkata singkat pada Sumitro : "Generaal Sumitro saya titip rafinerij (rafineij = tambang dalam bahasa Belanda) di Kalimantan, kamu jaga baik-baik" begitu perhatiannya Sukarno pada politik minyak.

Kelabakan dengan keberhasilan Sukarno menguasai Irian Barat, Inggris memprovokasi Sukarno untuk main di Asia Tenggara dan memancing Sukarno agar ia dituduh sebagai negara agresor dengan mengakuisisi Kalimantan. Mainan lama ini kemudian juga dilakukan dengan memancing Saddam Hussein untuk mengakuisisi Kuwait sehingga melegitimasi penyerbuan pasukan Internasional ke Baghdad. Sukarno panas dengan tingkah laku Malaysia, negara kecil yang tak tau malu untuk dijadikan alat kolonialisme, namun Sukarno juga terpancing karena bagaimanapun armada tempur Indonesia yang diborong lewat agenda perang Irian Barat menganggur. Sukarno ingin mengetest Malaysia.

Tapi sial bagi Sukarno, ia justru digebuk Jenderalnya sendiri. Sukarno akhirnya masuk perangkap Gestapu 1965, ia disiksa dan kemudian mati mengenaskan, Sukarno adalah seorang pemimpi, yang ingin menjadikan bangsanya kaya raya itu dibunuh oleh konspirasi. Dan sepeninggal Sukarno bangsa ini sepenuhnya diambil alih oleh modal asing, tak ada lagi kedaulatannya dan tak ada lagi kehormatannya.

Sukarno menciptakan landasan politik kepemilikan modal minyak, inilah yang harus diperjuangkan oleh generasi muda Indonesia, kalian harus berdaulat dalam modal, bangsa yang berdaulat dalam modal adalah bangsa yang berdaulat dalam ekonomi dan kebudayaannya, ia menciptakan masyarakat yang tumbuh dengan cara yang sehat.

Bung Karno tidak hanya mengeluh dan berpidato didepan publik tentang ketakutannya seperti SBY, tapi ia menantang, ia menumbuhkan keberanian pada setiap orang Indonesia, ia menumbuhkan kesadaran bahwa manusia Indonesia berhak atas kedaulatan energinya. Andai Indonesia berdaulat energinya, Pertamina menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia dan menjadi perusahaan modal yang mengakusisi banyak perusahaan di dunia maka minyak Indonesia tak akan semahal sekarang, rakyat yang dicekik terus menerus.

Pada Bung Karno, hendaknya jalannya sejarah Indonesia harus dikembalikan.





Read More..

Jumat, 12 Oktober 2012

Kita Vs Korupsi : siapa yang menang?




Pada kesempatan ini, saya kembali akan mereview sebuah film yang berjudul Kita Vs Korupsi.
Film ini merupakan besutan KPK yang diproduseri oleh pimpinan KPK sendiri. Film ini berbentuk omnibus, yaitu terbentuk dari beberapa cerita pendek yang disatukan membentuk sebuah tema. Masing-masing cerita memiliki substansi sama, yaitu korupsi namun dengan bentuk dan cerita yang berbeda-beda. Yang saya dengar dari beberapa sumber terpercaya, pemeran film ini tidak dibayar sama sekali, sekalipun mereka adalah artis-artis film kelas atas seperti Nicholas Saputra, Ringgo Agus Rahman, Tora Sudiro, dll.

Yang menarik dalam film ini adalah ceritanya yang mampu menyentuh semua kalangan, cerita pertama mengenai pejabat publik (Lurah) yang melakukan pembohongan publik dan menerima suap, lalu cerita kedua adalah tentang dua orang anak muda yang ingin kawin lari tetapi terhambat suatu hal yang menyebabkan mereka harus memilih memakai calo atau tidak, cerita ketiga menceritakan keadaan Indonesia tahun 80-90an dimana krisis melanda dan badai kemiskinan melanda begitu hebat, seorang penjaga gudang diiming-imingi dengan uang yang sangat banyak oleh seorang cukong yang ingin menimbun beras yang sejatinya akan dijual murah oleh pemerintah, cerita terakhir dalam film ini mengisahkan tentang 3 orang anak SMA, yang punya cara masing-masing untuk mendapatkan uang untuk memenuhi gaya hidupnya.

Baiklah, ketika anda memutuskan ingin menonton film ini, jangan berharap anda akan mendapat kesenangan setelah menonton film ini. Yang ada setelah menonton film ini, hati nurani anda akan terasa terkoyak, hancur lebur lalu porak-poranda. Disini saya tidak akan mereview satu-persatu kisah2nya, tapi saya akan berikan satu penilaian terhadap kisah terbaik menurut saya dalam film ini, yaitu kisah ketiga yang diperankan oleh Tora Sudiro. Dalam film ini, menurut saya Tora main bagus, sebuah ekspresi perang batin yang berkecamuk dalam dirinya begitu jelas tergambar dalam wajahnya. Sungguh kisah ini sangat menegangkan, terlebih ketika ia disodorkan berjuta-juta uang ketika sedang tidak punya uang dan anaknya yang masih kecil hampir mati karena sakit, namun dia dengan tegas menolaknya dan adegan ini membuat saya menitikan air mata. Sungguh

Dengan ini, saya sangat merekomendasikan film ini ditonton oleh semua kalangan, dimanapun tempatnya karena film ini dapat menggugah hati nurani, dan saya yakin film ini adalah media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan antikorupsi kepada setiap orang Indonesia yang ingin perubahan. Dan setelah menyaksikan film ini, kita dapat bertanya pada diri masing-masing "Kita Vs Korupsi : siapa yang menang?"


Read More..

Selasa, 03 Januari 2012

Kita harus bersikap apa?

Saat saya berkunjung ke blog Joko Anwar, saya menemukan sebuah tulisan menarik yang berdasar atas pengalaman pribadi beliau. Ini dia!

“Udah liat foto Miyabi pakai batik?” tanya teman saya Robbie sambil mengubek-ubek jejeran DVD bajakan di Kemang di rak yang diberi label lucu ‘new realise’.

“Belum. Kenapa?” tanya saya. Tadinya saya pikir dia akan protes karena menganggap Miyabi tidak layak memakai pakaian kebanggaan Indonesia, sebagaimana bintang film porno itu tidak layak main di film Indonesia yang dikenal sangat bermutu, membanggakan, dan diproyeksikan akan jadi ‘tuan rumah di negeri sendiri’ di tahun… mmm… 2030. Tapi kemudian saya teringat rak DVD film-film favorit Robbie di mana beberapa film Miyabi (salah satunya berjudul Female Ninja Rape Ninjutsu Notebook dan Immoral Teacher 2) berjejer dengan sombong bersama film-film Stanley Kubrick. (Stanley Kubrick beneran bukan Stanley Pubic)

“Ya bangga lah, dodol,” kata Robbie.

Besoknya ketika saya sedang tunggang langgang mempersiapkan sebuah syuting, Robbie mengirimkan foto lewat Blackberry Messenger. miyabipakaibatiq.jpg. Karena sedang sibuk, saya tidak membukanya. Tak lama dia mengirim pesan lewat Blackberry Messenger. “Kok nggak diterima fotonya?” tanya Robbie. Saya pun mematikan Blackberry dan menghapus Robbie dari contact list.

Tak lama kemudian, Robbie menelpon dan marah. Bukan karena saya menghapus namanya dari contact list, tapi karena saya terlihat tidak tertarik dengan kenyataan bahwa Miyabi pun memakai batik.

“Show some nationalism spirit, dong!” katanya.

Bagi sebagian orang Indonesia, rasa bangga akan kebangsaan memang bercampur dengan rasa rendah diri.

Tahun lalu pada tanggal 17 Agustus, saya diundang oleh sebuah stasiun TV swasta sebagai pembicara di acara yang berjudul “Film dan Nasionalisme.” Di acara itu diputar sebuah klip yang menampilkan seorang laki-laki bule menjadi dalang dan seorang perempuan Jepang menari Jawa.

“Wah, bangga ya orang luar tertarik dengan kesenian kita,” kata pembawa acaranya. “Bagaimana, Mas Joko? Bangga dong, ya?”

“Nggak,” jawab saya. Dari mulai awal acara saya memang sudah merasa tidak nyaman berada di acara di mana para pembicaranya sibuk menunjukkan rasa ‘nasionalisme’ mereka. “Kenapa kita harus merasa bangga? Apa karena kita menganggap bangsa lain lebih tinggi dari kita sehingga kalau mereka mau memainkan kesenian Indonesia kita mesti bersyukur?”

Saya bersyukur karena itu adalah siaran langsung sehingga komentar saya tidak akan diedit. “Kalau itu kasusnya, berarti kita semua menderita inferiority complex,” tambah saya.

Bulan Desember lalu, twitter ramai dengan komentar orang-orang tentang Bono dari U2 yang konser dengan memakai batik. Yeah, dan orang-orang Amerika menggelinjang setiap detik mereka melihat orang Indonesia memakai celana jins.

Bulan lalu, sebuah stasiun radio membahas film-film luar yang menyebut salah satu tempat di Indonesia di dialognya. Memang kalau nonton di bioskop, setiap kali nama Indonesia atau nama-nama kota di Indonesia disebut di sebuah film, saya bisa mendengar orang bergumam kagum.

Saat band Temper Trap lagunya yang berjudul Sweet Disposition dipakai untuk film 500 Days of Summer, orang-orang juga memuji vokalisnya yang katanya orang Indonesia. “Waaah… hebat ya orang Indonesia bisa gitu…”

Mungkin karena gampangnya sebagian orang Indonesia dibuat senang dengan hal-hal yang berbau ‘nasionalisme’, banyak orang yang membuatnya sebagai strategi dagang. ‘Film Indonesia pertama yang bla… bla… bla…’, ‘Karya asli anak bangsa’ (bapak ibunya nggak pernah disebut). Soal karyanya ternyata crappy, itu masalah lain.

Beberapa waktu lalu, saya pulang kampung dan bertemu dengan paman saya yang kebetulan menonton saya di TV tanggal 17 Agustus tahun lalu. Dia bertanya kenapa saya sampai berbicara seperti itu.

“Bagi saya, nasionalisme sekarang bukan sekedar marah kalau ikon budaya kita yang diberikan oleh nenek moyang jaman dahulu kala diaku-akuin oleh orang luar, dan bangga kalau orang luar tertarik sama kesenian kita. Nasionalisme seharusnya rasa percaya diri bahwa kita memiliki kemampuan yang sama dengan orang manapun di dunia,” jawab saya.

“Orang Indonesia masih butuh pengakuan, “ kata paman saya. “Negeri besar penduduk banyak tapi belum banyak prestasinya. Daftar buruknya banyak. Biarin aja lah dulu, dimulai dengan hal-hal yang kamu benci tadi itu. Jangan dikecilkan hati mereka. Kasian.”

Tak lama kemudian, saya menelpon teman saya Robbie dan memintanya untuk mengirim foto Miyabi pakai batik lagi. Read More..

Represi oleh siapa?

Saya adalah bagian dari generasi gegar budaya. Setiap hari saya menonton film Amerika, ingin jadi seperti pembuat film dari Korea, percaya bahwa dialek Skotlandia adalah dialek terseksi di dunia, dan selalu menutup hari dengan masturbasi sambil nonton film porno dari Jepang. Sementara itu, film yang akan saya buat adalah film tentang wayang Jawa.

Saya adalah bagian dari generasi berpikiran dangkal. Kalau generasi di atas saya diberkati dengan kata-kata bijaksana dari para pemikir dunia -Ranciere, Badiou, Agamben, Zizek, dan sebagainya- saya adalah bagian dari generasi yang lebih suka mengadopsi kata-kata petuah dari twitter, dari dialog-dialog yang diucapkan karakter-karakter sitcom yang mungkin ditulis oleh orang-orang yang mungkin tidak bisa mempertanggungjawabkan hidup mereka sendiri.

Saya adalah bagian dari generasi bingung. Bukan karena sering dicap tidak ingat akan akar budaya sendiri, atau kenapa saya lebih tertarik pada sampah ketimbang seni. Tapi kenapa dunia seperti berjalan mundur. Kenapa dunia semakin lama semakin mendekat ke konservatisme, fanatisme agama, ras, geografi. Kenapa orang-orang semakin tidak bisa menerima perbedaan. Kenapa para pejabat dan wakil rakyat kebanyakan diisi oleh para the has-beens, the wash-outs, dan mereka yang mengikuti arah dari mana datangnya uang. Kenapa negara tidak dijalankan oleh negarawan melainkan oleh produk dari hasil tawar menawar politik.

Kita tidak lahir sebagai makhluk yang bertanya. Kita lahir sebagai binatang yang menerima apa saja yang dilakukan kepada kita. Kita mulai jadi manusia ketika kita mulai bertanya. Yang membuat kita bisa bertanya adalah saat kita mulai bisa memproses informasi. Semakin banyak informasi, semakin banyak pertanyaan yang dihasilkan oleh otak. Pengajaran nilai-nilai tradisi dan agama sering tidak memberikan jawaban, hanya perban sementara. Lebih buruk lagi, pengajaran nilai-nilai tradisi dan agama sering memberikan janji-janji yang menggiurkan hanya jika kita mau berhenti bertanya. Jika kita kembali menjadi binatang.

Di luar strata yang terlihat permanen dan seperti selalu berputar kembali ke titik nol ini, berdiri lah seni.

Saya ingat pada tahun 1997, saat hidup saya diselamatkan oleh musik dan tulisan orang-orang yang gelisah. Karya-karya mereka tidak memberikan jawaban, tapi menghancurkan tembok yang memisahkan saya dari kebebasan untuk berpikir. Informasi memberikan saya pilihan, seni mengaktifkan otak saya untuk bisa membuat pilihan-pilihan dengan lebih sadar. Atau bahkan membantu saya menemukan pertanyaan yang benar.

Seni yang berguna adalah seni yang jujur. Dan jika seni itu jujur, dia tidak akan mencoba menggantikan posisi agama dan nilai-nilai tradisi dengan memberikan jawaban sederhana. Jika seni itu jujur, dia tidak akan berkontribusi pada kesempitan pikiran yang menjadi masalah dunia, yang jadi masalah terbesar negara kita pada saat ini. Jika seni itu jujur, dia akan memberikan yang dibutuhkan dunia: alat pendobrak kesempitan pikiran yang selalu berusaha mendorong batas nilai-nilai.

Indonesia masih dipenuhi orang-orang yang lebih suka diberikan konfirmasi bahwa apa yang selama ini diajarkan kepada mereka adalah kebenaran mutlak. Sehingga banyak para oportunis yang mencari nafkah dengan mengatasnamakan seni menjual relijiusitas murahan dan nasionalisme sempit. Ini hanya membuat masyarakat semakin malas berpikir, dan inovasi-inovasi yang membuat hidup lebih baik akan semakin jarang muncul dari orang-orang Indonesia.

Ini adalah anti-seni yang membuat pikiran rakyat semakin sempit, semakin tidak bisa menerima perbedaan. Yang akan tetap mendorong timbulnya bentrokan-bentrokan.

Kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi telah membuat munculnya lebih banyak seniman dan pemikir. Saat ini, semua orang bisa menjadi seniman. Seni lukis, fotografi dan sinematografi, tulisan, musik, dan lagu. Semua orang bisa dengan gampang mempublikasikan karya mereka.

Saya beruntung lahir sebagai generasi yang mengalami dua fase di negeri ini. Saya sudah bisa berpikir saat pemerintah masih represif terhadap kebebasan menyiarkan dan mendapatkan informasi serta berekspresi dalam seni. Saat ini, saya tidak percaya bahwa represi pemerintah masih merupakan hambatan dalam berekspresi. Internet telah membuat ini mungkin dilakukan dengan cara mengadopsi anonimitas.

Represi yang kini ada, justru adalah represi oleh rakyat. Rakyat yang masih berpikiran sempit yang disebabkan oleh pengajaran agama yang tidak tepat dan nasionalisme sempit yang ditanamkan oleh pemerintah terdahulu dan para seniman anti-seni. Karena pemerintahan saat ini bukan lah pemerintahan memiliki kapabilitas, mereka cenderung bersifat reaktif. Mereka akan ikut represif jika rakyat represif untuk menjadi populer.

Melawan represi yang dilakukan rakyat sendiri lebih sulit ketimbang melawan represi yang dilakukan adalah pemerintah karena perlawanan tidak bisa dilakukan seperti melawan musuh. Salah satu cara berekspresi seni di kondisi ini adalah menyamarkan statement dalam bentuk karya yang lebih populis. Entertainment with a mission. Tentu saja orang yang mau berekspresi secara lebih eksplisit juga dibutuhkan karena keduanya sama-sama mendorong batas sampai akhirnya kebebasan berpikir tidak lagi jadi sesuatu yang dianggap berbahaya.

Seni dan informasi adalah rekanan yang paling bertanggung jawab untuk percepatan kemampuan untuk berpikir terbuka. Saat ini, seniman dan penyiar informasi mau tidak mau harus bisa menjadi aktivis untuk perubahan ini. Tentu saja kita tidak bisa menghakimi mereka yang lebih nyaman berekspresi dengan membuat keberjarakan dengan rakyat kebanyakan. Tapi yang paling dibutuhkan saat ini adalah merangkul rakyat dan secara menyenangkan membuka pikiran mereka.

(Dibacakan sebagai orasi budaya pada HUT Aliansi Jurnalis Independen (AJI), 8 Juli 2011)
Disadur dari SINI
Read More..

Senin, 02 Januari 2012

Ayo "Nglakson" untuk lalu lintas yang lebih baik

Sebenarnya ide tulisan ini sudah lama ada di otak saya, tapi karena tumor malas saya sering kambuh ya jadi baru sekarang ditulis.

Saya sering bingung sekaligus gondok melihat angkutan-angkutan umum yang berseliweran sering berhenti di sembarang tempat seenak jidat!tapi yang saya perhatikan adalah reaksi-reaksi orang-orang yang dibelakangnya.
Ada yang kesel, marah, diem aja, dll. Kalo saya pribadi sih lebih sering keselnya!!!

Kejadian seperti diatas sudah sangat-sangat-sangat-sangat sering saya alami dan sepertinya akan terus saya alami selama kaki ini menyentuh jalanan dan selama bumi masih berputar di porosnya. Saya adalah tipe orang yang sangat menghargai waktu, karena itu dalam benak saya selalu berkeinginan untuk membasmi kecoa-kecoa jalanan itu, atau minimal bikin mereka gak gitu lagi.

Tapi saya tahu bahwa keinginan tersebut akan menjadi asap sate yang terbang habis begitu saja kalau saya sendiri yang menginginkannya. Untuk itu saya punya solusi sederhana, coba pikirkan berapa uang negara yang habis menguap di jalan setiap paginya akibat kemacetan yang ditimbulkan oleh angkutan-angkutan biadab yang suka berheti seenak jidat itu?!banyak, coy!

Coba pikirkan, berapa banyak tenaga yang harus anda keluarkan apabila anda menahan amarah, menahan kopling, rem dan beratnya motor gede anda dibandingkan sekedar menekan tombol klakson yang empuk dan nyaman ditekan itu?ya!"Nglakson" adalah solusi efektif untuk mengatasi kecoa jalanan.
Dengan menekan tombol klakson secara bersamaan sekaligus minimal akan membuat supir angkot pusing. Dan yang paling parah dapat mengakibatkan kejang-kejang seperti yang pernah saya lihat.

Mungkin saya sok tahu, tapi saya sudah 20 tahun hidup di Indonesia dan bisa menyimpulkan bahwa kultur orang Indonesia itu baru mau jalan kalau ditabuh gong!artinya itu orang baru mau jalan kalo disuruh.
Hal seperti itulah yang mendasari saya untuk menciptakan artikel bodoh ini. Jadi intinya kita bisa sama-sama bikin jalanan jadi lebih lancar, tertib,  aman, sentosa dan sejahtera cuma dengan "Nglakson".Segampang itu?ya Iya lah!coba aja!

Sekian Read More..

Minggu, 01 Januari 2012

The Postcards From The Zoo, film baru Nicholas Saputra

Ladya Cheryl




Nicholas Saputra

Satu lagi film Indonesia berkualitas yang bakal berkompetisi di ajang internasional. Adalah “Postcards from the Zoo” sebuah film yang dibintangi oleh Nicholas Saputra dan Ladya Cheryl yang akan berkompetisi di 62nd Berlin International Film Festival di bulan Februari tahun 2012 mendatang. Film yang judul berbahasa indonesianya disebut “Kebun Binatang” ini ditulis dan disutradarai oleh Edwin. Untuk penulisan, Edwin dibantu oleh penulis skrip kondang, Titien Wattimena.



Sinopsis

Ingatan Lana dimulai 20 tahun yang lalu, ketika sang ayah meninggalkan dirinya sendirian di sebuah kebun binatang. Iapun diasuh oleh seorang pelatih jerapah dan akhirnya hidup di kebun binatang tersebut, menikmati suara langkah kaki Kudanil, kepakkan telinga gajah, dan suara aneh jerapah. Lana tumbuh menjadi anak yang penuh kebahagiaan, sehingga akhirnya mampu melupakan sang ayah.

Suatu hari, seorang koboy datang ke kebun binatang tersebut. Lana langsung jatuh cinta padanya. Ia pun kemudian menjadi asisten koboy tersebut dan membantunya tampil dalam atraksi sulap. Kota tempat mereka tinggal menyukai mereka dan akhirnya keduanya memiliki acara TV sendiri. Suatu hari, si koboy melakukan sulap yang melibatkan api. Seiring dengan hilangnya api, si koboy pun menghilang.

Dengan menghilangnya si koboy, sang boss yang mengurusi Lana pun menjualnya ke Planet Spa. Lana tak lagi bahagia. Ia terus merindukan si koboy dan kebun binatang. Lana kini bekerja sebagai tukang pijat plus plus. Pelanggannya sangat suka dengan kisah-kisah kebun binatang yang ia ceritakan. Seorang bodyguard albino di tempat tersebut jatuh cinta pada Lana. Ia pun kemudian membakar Planet Spa untuk melindunginya. Kini Lana berhasil kembali ke kebun binatang, tapi dia tak menemukan siapapun disana. Ia kembali berdiri sendirian di kebun binatang.

Preview majalah Cobra

Kebun binatang. Koboi dan gadis Indian. Sulap. Pijat plus-plus. Interaksi. Jenjang leher jerapah. Pergi. Hasrat. Keramaian. Datang. Perjalanan. Daun telinga gajah. Hening. Perubahan. Sutradara Edwin memindahkan asing-asing dan kedekatan-kedekatan pada kita– pada manusia—dengan cara yang sebebas intuisinya, dan tak mudah diterka. Gambar, musik, dialog adalah komposisi irama tenang dan mencong pada cerita yang sederhana: Seorang gadis yang sejak kecil hidup di kebun binatang yang suatu saat harus pergi meninggalkan tempat itu, berkelana bersama seorang pesulap berkostum koboi, hingga mendarat di tempat spa plus. Wajar dan sureal. Dan sangat indah.

Setelah film panjang pertamanya “Babi Buta Yang Ingin Terbang”, juga karya pendek terbaru “Roller Coaster” yang mengabarkan rasa ajaib bagi pria dan wanita yang telah lama bersahabat saling melucuti pakaian dan akan bugil saling berhadapan (karya ini disertakan dalam film omnibus Belkibolang bersama karya delapan sutradara lain; kesemuanya bertema besar Jakarta di waktu malam dan dimainkan oleh dua pemeran utama), kini Edwin kembali datang dengan detail visual kisah-kisah dan kekuatan intuisi (yang dilengkapi dukungan teknis yang bagus), yang semakin sulit tampak pada cara produksi film lokal hari ini. Melewati karya-karyanya (yang durasi pendek pun panjang) diputar di puluhan negara, mendapat respon positif dari media-media internasional, dan namanya tertera di atlas sutradara dunia, bisa jadi Edwin serupa Garin Nugroho muda yang punya tiga jenis tato Iggy Pop (dalam berbagai model potongan otot), senang melukis gerak gerik satwa, dan bisa mengeluarkan koin emas dari vagina. Postcard From The Zoo yang menawan akan datang mengabarkannya.

Cast & Crew

Cast: Ladya Cheryl, Nicolas Saputra, Adjie Nur Ahmad, Klarysa Aurelia Raditya, Dave Lumenta, Abizars, Iwan Gunawan, Nitta Nazyra C. Noer, Heidy Trisiana Triswan.
Directed & Written by: Edwin.
Producer: Meiske Taursia.
Co-writers: Daud Sumolang, Titien Wattimena.
Director of Photography: Sidi Saleh.
Editor: Herman Kumala Panca.
Art Director: Bayu Christianto, Kurniawansyah Putra.
Art Supervisor: Eros Eflin.
Scoring Music: Dave Lumenta.
Make Up: Eba Sheba.
Casting: Nanda Giri.
Costume Designer: Aulia Yogyanti.


SEMOGA SEGERA TAYANG DI 2012!!!!


UPDATE!!!!

Film Nicholas Saputra, Postcard From Zoo Akan Tayang Di Berlinale Film Festival 2012



Film Indonesia kembali berprestasi.

Salah satu festival film bergengsi dunia, festival film Berlin, telah mengumumkan daftar film-film yang akan ikut kompetisi dalam festival film yang diadakan ke 62 kalinya ini.

Ada lima film yang ikut kompetisi kali ini dan salah satunya adalah wakil dari Indonesia, film Postcard From Zoo, yang disutradarai oleh Edwin dari Babi Buta Film.

Postcard From Zoo dibintangi oleh Ladya Cheryl ( Ada Apa Dengan Cinta, Fiksi) dan Nicholas Saputra ( Ada Apa Dengan Cinta, Gie).

Selain Postcard From Zoo, film lain yang ikut kompetisi adalah film produksi Spanyol, Republik Rakyat Cina, Hongkong/Cina, Filipina, Inggris Raya, Jerman, Amerika Serikat dan Perancis.

Berlinale Film Festival ke 62 akan diselenggarakan mulai tanggal 9-19 Februari 2012 nanti. 


SUMBER : Disini
Read More..